Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

JFC ke XI Tampil degan Beragam Tema

Memasuki decade kedua, Jember Fashion Carnaval (JFC) ke XI tampil dengan warna baru yang lebih glamor namun tidak menghilangkan nuansa kebudayaan Indoensia. Disamping itu, JFC kali ini juga menghadirkan artis  Anang – Ashanti yang notabene putra kelahiran Kota Jember, serta pemenang L-Man, tahun 2012.

Tidak tanggung-tanggung tema yang diusung mengangkat beberapa keajaiban alam serta kemeriahan festival sendiri, yaitu Rome, Maduress, Dragon, Persians, Savana, Mushroom, Oceanarium, Trinidad, Orchideace dan Planet. Sedangkan Presiden JFC  sendiri, Dynand Faris hadir dengan balutan pakaian tradisional yang sangat menawan.

JFC ke XI terlihat sangat berbeda dengan pagelaran sebelumnya, disamping mengusung tema yang sangat beragam ditambah pula dengan teknis pelaksanaan yang sangat berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Kali ini, seluruh tamu ditempatkan pada posisi terdepan di Alun Alun Kota Jember, dimana tempat dilangsungkannya festival. Sedangkan masyarakat dapat menikmati pagelaran lewat Alun Alun maupun sepanjang jalan Kota Jember dengan 3,6 km jalan yang ditempuh oleh peserta festival.

Dengan 3,6 km ‘catwalk’ sekaligus mencatat ‘catwalk’ terpanjang yang pernah digelar di Indonesia. Tidak hanya itu, JFC juga tercatat sebagai festival terbaik ke-empat di dunia, yang kursi pertamanya adalah festival Rio de Jenero. Saat dilangsungkan JFC, jalan jalan utama Kota Jember ditutup selama festival berlangsung.

Setiap busana yang diusung disesuaikan dengan tema yang diciptakan Sang Presiden JFC, Dynand Faris. Busana yang ditampilkan terlihat sangat indah serta memiliki makna yang berbeda disetiap busana yang dipakai peserta. Untuk pemenang L-Man 2012 misalnya, memakai busana nuansa Toraja, busana ini sekaligus meraih busana nasional terbaik pada ajang Mister Worlrd yang dilansungkan pada tahun 2011 lalu. Sedangkan Ashanti – Anang memakai busana bertema Garuda.

Satu-satunya tema yang mengusung kebudayaan nasional, dalam JFC kali ini adalah Maduress. Pagelaran ini memperlihakan bagaimana kebudayaan Madura serta adat yang berkembang di Madurua yang diperlihatkan lewat busana peserta.

Sementara untuk tema lain, memperlihatkan keindahan ciptaan tuhan seperti Mushroom, Savana maupun Oceanarium. Sedangkan pagelaran dengan bentuk festival menghadirkan tema Persian dan Trinidad. Tidak hanya itu, nuansa Romawi kuno juga mewarnai JFC kali ini, dengan tema Rome.

Setiap pagelaran yang disajikan selalu mengundang decak kagum penonton. Kenapa tidak, busana yang dipakai peserta dapat bercerita banyak dalam berbagai hal. Seperti tema Persian, penonton diajak ke Mesir dengan balutan busana yang dipakai peserta festival dengan alunan musik padang pasir. Begitu juga dengan tema lainnya yang secara keseluruhan mengundang decak kagum penonton.

Dynand Faris, pada kesempatan itu  berharap akan lahir genarasi yang dapat meneruskan JFC ini. “JFC bukan sebuah pekerjaan rumah yang mudah, perlu pemikiran serta ide kreatif untuk menjaga nama JFC. Jika JFC tidak menghadirkan ide kreatif, akan membuat kebosanan penonton, dan JFC bisa jadi tidak dikenal serta tidak mendapat pengakuan dunia internasional lagi,” katanya.

Disamping itu, Dynand Faris juga mengatakan dalam tahun ini juga akan dilangsungkan seminar untuk memberikan standarisasi festival di Indonesia. Dengan demikian, festival yang ada di beberapa daerah di Indonesia harus memiliki stadar yang ditentukan jika pagelaran itu benar-benar dikatakan festival. Adrial

Leave a Comment

0/5

https://indonesiaheritage-cities.org/