Pembangunan Indonesia saat ini sangat berjalan cepat seiring kemajuan teknologi global namun tidak dibarengi oleh pemerataan sehingga terjadi kesenjangan sosial dan ketimpangan pembangunan pada beberapa kota di Indonesia. Hal ini turut diperparah lagi oleh ketidakmampuan dan ketidaksiapan manusianya terutama untuk mengejar ketertinggalan serta keinginan untuk setara dengan kota-kota maju lainnya di Indonesia. Hal ini menimbulkan kesenjangan sosial politik dan ekonomi hingga kebudayaan dan terkadang seringkali nampak terlihat secara kasat mata adalah seolah-olah kita belum siap untuk memasuki era kemajuan zaman saat ini.
Kota Ternate misalnya, merupakan salah satu kota tertua di Dunia, seolah tak mampuh bersaing denga kota-kota lainnya di Indonesia. Meski usianya kota ini tergolong retlatif tua di Indonesia namun dapat kita lihat adanya berbagai keterbatasan dalam derap langkah pembangunan saat ini. Berbagai upaya terus dilakukan baik secara personal maupun kolektif di ruang – ruang publik dari salah satu anggota jaringan kota pusaka Indonesia (JKPI) dan Jaringan Indonesian Creative Cities Network (ICCN).
Sabtu (28/4) lalu, saya menerima undangan sebagai salah satu narasumber Focus Group Discussion (FGD) yang diselenggarakan oleh Jaringan Komunitas Ternate (JARKOT) bertajuk: Sinergi Komunitas dan Pemanfaatan Fort Oranje sebagai Ruang Kreatif Komunitas. Beragam topik dibahas secara bersama mewakili sudut pandang perspektif pembangunan dan isu perkotaan dari paparan para narasumber yang terdiri dari: Rizal Marsaoly (Kepala Dinas Kawasan Permukiman dan Pertanahan Kota Ternate), Nuryadin Rachman (Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Ternate), saya pribadi Rinto Taib (Kepala Bidang Ekonomi Kreatif Dinas Pariwisata Kota Ternate) serta Dwi Tugas Waluyanto (Kepala Bank Indonesia Provinsi Maluku Utara).
Sekedar diketahui bahwa keberadaan JARKOT sebagai wadah bersama yang beranggotakan 47 komunitas pada tahun 2017 lalu telah sukses menyelenggarakan Pesta Komunitas yang diklaim sebagai “lebarannya para komunitas” pada bulan November di Fort Oranje Ternate dengan menyuguhkan berbagai program acara antara lain: Expo karya dan ekonomi kreatif, Workshop Film, Workshop Sketsa, Tour Fort Oranje, Bambu Gila Atraction, Model Photo Hunt dan Pesta Lampion. Keragaman kegiatan tersebut merepresentasi keberadaan orientasi program pada masing-masing komunitas di kota Ternate yang telah berperan banyak dalam dinamika pembangunan daerah.
Sebut saja Ternate Heritage Society yang telah eksis sejak 2007 lalu, komunitas ini telah berperan dalam menjalankan program pelestarian Cagar Budaya melalui berbagai kegiatan yang dilaksanakan secara rutin dalam kurun waktu beberapa tahun belakangan ini, bahkan memiliki agenda tetap untuk sebuah gelaran festival yang disebut Festival Pusaka. Selain itu, terdapat pula sebuah komunitas yang baru berusia beberapa bulan namun telah berperan untuk memperkenalkan dan mengembangkan sebuah destinasi wisata di lokasi cengkeh tertua di dunia (cengkeh Afo).
Komunitas yang diberi nama: Cengkeh Afo and Gamalama Spices ini juga tak kalah mengambil bagian dalam gelaran Pesta Komunitas Ternate di Fort Oranje pada paroh penghujung tahun 2017 dengan design booth yang menarik serta berbagai suguhan acara yang spektakuler antara lain: pentas budaya (tarian Togal, Gala dan atraksi bambu gila), live musik tradisional, pakaian tradisional yang apik serta suguhan kuliner daerah dengan cita rasa aroma rempah seperti: ayam dan bebek aroma rempah, ikan bakar bambu, ikan santan rempah, nasi jaha, dan sejumlah hidangan makanan lainnya. Untuk minuman, air guraka (air jahe) serta teh dan kopi rasa rempah merupakan minuman favorit yang menghangatkan dimalam hari selama berlangsungnya gelaran pesta tersebut.
Latar belakang dilaksanakannya FGD bertajuk Sinergi Komunitas dan Pemanfaatan Fort Oranje beberapa waktu lalu adalah untuk lebih meningkatkan peran dan sinergisitas komunitas guna memberikan potensi gerakan baru dalam berbagai bidang pembangunan perkotaan. Sebut saja bidang pengembangan literasi, soial, budaya, pendidikan, pariwisata bahkan usaha dan jasa ekonomi kreatif secara lebih luas tentunya.
Seusai paparan para narasumber, para peserta dari berbagai komunitas yang hadir mengemukakan pertanyaan dan pernyataan sebagai respon atas problematika dan dinamika tantanga yang berkaitan dengan tema yang diperbincangkan. Sekitar satu jam lebih sesi pertama ini berakhir, acara kemudian dilanjutkan dengan sesi Kolaborasi Kelompok yang berisikan diskusi, presentasi dan rekomendasi. Kelompok diskusi dibagi dalam tiga kelompok kajian yaitu Musik dan Seni Pertunjukan, Pariwisata dan Budaya, Aplikasi dan Seni Visual, serta Industri dan Ekonomi Kreatif.
Sekitar satu jam para peserta diberi kesempatan untuk membahas berbagai persoalan yang dihadapi kota Ternate, didiskusikan secara bersama melalui uraian masalah yang berhasil diidendifikasi kemudian mempresentasikan solusi serta rekomendasi bagi stakeholder terkait untuk dieksekusi melalui usulan program pemerintah daerah. Kegiatan komunitas semacam ini tak ubahnya dengan metode penjaringan aspirasi atau semacam Muserambang komunitas JARKOT di Ternate.
Kelompok diskusi Pariwisata dan Budaya misalnya mengurai sejumlah persoalan yang dihadapi oleh kota Ternate ditengah tantangan dan isu global saat ini antara lain:
Pertama, sebagai kota budaya, Ternate mestinya memiliki regulasi kebijakan yang memberikan upaya pelestarian cagar budaya, oleh karenannya maka pemerintah kota Ternate sudah saatnya melakukan proteksi terhadap urusan cagar budaya melalui payung hukum ditingkat daerah berupa Perda Pelestarian Cagar Budaya.
Kedua, masih berkaitan dengan urusan kebudayaan yang teramat kompleks dan dinamis maka kota Ternate semestinya memiliki Dinas Kebudayaan yang saat ini urusan kebudayaan sebatas melekat pada Dinas Pendidikan. Hal ini dianggap penting ditengah upaya pemerintah kota mewujudkan visi Ternate sebagai Kota Budaya.
Ketiga, Guna meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan maka upaya promosi perlu ditingkatkan dan sudah saatnya pula daerah ini memiliki badan promosi daerah yang terdiri dari kalangan para pelaku dunia pariwisata. Dengan wadah ini, semua kalangan masyarakat dapat berperan aktif memajukan pariwisata daerah Ternate untuk menjadi lebih baik dimasa akan datang.
Keempat, Rendahnya SDM para pelaku dunia pariwisata daerah harus terus didorong oleh pemerintah serta sektor swasta untuk memajukan dan meningkatkan SDM kepariwisataan termasuk dengan melakukan berbagai training atau pelatihan dan pendidikan kepariwisataan.
Kelima, Diperlukan kerjasama guna meningkatkan dan melakukan upaya penguatan kelembagaan lokal dengan segala potensi kebudayaan masyarakat yang dimiliki. Hal ini sangatlah penting memngingat kota Ternate merupakan daerah kesultanan yang memiliki tradisi dan budaya masyarakat yang kental dan fungsional di masyarakat.
Pentingnya keterlibatan masyarakat dengan keragaman karakteristik dan orientasi komunitas yang ada saat ini patut kita dorong secara bersama ditengah tantangan global yang seolah menjadi keniscayaan untuk kita hadapi secara bijak. Oleh karenanya maka peningkaatan kreatifitas dan inovasi, kolaborasi dan perluasan jaringan serta regulasi yang berorientasi komunitas patut menjadi pilar penting bafi pembangunan daerah secara berkelanjutan. Komunitas tentunya menjadi teramat penting sebagai subjek sekaligus objek pembangunan harus memiliki strategi yang mumpuni dalam menghadapi dan menjawab berbagai problematika dan dinamika perubahan zaman. Pemetaan potensi dan peluang pembangunan yang mendorong peran serta masyarakat luas termasuk komunitas patut menjadi agenda bersama untuk membangkitkan kembali keesadaran historis kita bahwa dimasa lalu negeri ini menjadi rebutan dunia, menjadi episentrum peradaban ilmu pengetahuan,, maka kerjasama lintas aktor, lintas sektor dan lintas pelaku merupakan barometer penting bagi kemajuan pembangunan dan kesejahteraan hidup masyarakat pada masa kini dan akan datang.
Terpilihnya JARKOT sebagai salah satu dari 150 anggota Indonesia Creative Cities Network untuk mempresentasikan berbagai hal sebagai media sharing pada momentum Rakornas di Padang pada 4-6 Mei lalu merupakan sebuah penegasan akan pengakuan atas berbagai prestasi dan kinerja eksistensi JARKOT melalui berbagai program yang telah dilaksanakan pada kurun waktu yang belum genap setahun ini tentunya.
Tantangan terberat komunitas dimasa kini dan akan datang adalah melakukan penguatan kelembagaan secara internal terutama dalam hal manajemen kelembagaan termasuk peningkatan kapasitas dan kompetensi anggota komunitas secara teknis sesuai orientasi program masing-masing komunitas yang ada. Diperlukan pula kemampuan mengembangkan dan memperluas jejaring pada level nasional dan global. Jaringan global negara-negara yang memiliki ikatan sejarah dimasa lalu seperti Belanda, Spanyol, Portugal, Inggris dan Amerika serta Jepang merupakan mitra strategis yang dianggap penting untuk menjalin kerjasama seperti dalam urusan pelestarian cagar budaya antara JARKOT dengan VOC Heritage Network (Belanda), Global Network of Magellans Cities (Spanyol), dan lain sebagainya. Semoga !!!.
Rinto Taib