Tidaklah berlebihan bila sebuah Bandar Udara (Bandara) adalah wajah penampilan sebuah kawasan, apalagi bila kelasnya Bandara Internasional dapat disebut sebagai etalase bangsa. Bagaimana wajah, fasilitas, pelayanan dan kenyamanan di bandara tersebut menentukan wajah budaya masyarakat dan negeri. Sehingga untuk mengelolanyapun tentu bukanlah pekerjaan yang mudah. Harus ada semangat yang memadukan kreatifitas, inovasi dan invensi untuk itu. Apalagi di Indonesia, proses pembangunan (perencanaan, perancangan, konstruksi) dan pengelolaan bandara masih berada dibawah kendali (monopolistis) Kementerian Perhubungan (Direktorat Jenderal Perhubungan Udara, Unit Pelayanan Teknis Direktorat Kebandaraan, PT. Angkasa Pura I dan II).
Pada era kini yang sarat dengan persaingan ini, setiap negara berlomba menghadirkan bandara yang modern istimewa canggih dengan pelayanan yang istimewa pula. Dan ini sejalan juga dengan percepatan perkembangan kemajuan industri dirgantara yang menghasilkan jenis pesawat terbang canggih dibarengi pertambahan jumlah penumpang dan barang/kargo yang diangkutnya. Tujuannya jelas, bagaimana pengangkutan orang dan barang melalui udara tersebut dapat beroperasi kompetitif agar dapat memberikan kontribusi yang berarti bagi pertumbuhan perekonomian. Hal penting lainnya yakni tentang proses pembangunan dan pengembangannya; hendaknya direncanakan, dirancang, dibangun dan dikelola secara matang agar dapat menjawab kebutuhan strategis jangka panjang.
Saat kini, bandara diartikan tidak hanya sekedar lapangan terbang yang dipergunakan untuk mendarat dan atau lepas landas pesawat, menaikkan dan atau menurunkan penumpang, memuat atau membongkar barang, kargo, bahan/benda pos serta dilengkapi dengan fasilitas keselamatan penerbangan dan sebagai tempat perpindahan antar moda transportasi semata. Kawasan bandara secara umum dikelompokkan atas dua bagian utama, yaitu “air side” (sisi udara) dan “land side” (sisi darat). Sedangkan anatomi fasilitas (banguan, gedung) terminalnya dikelompokkan dalam tiga bagian, yakni :
- “Public Area”, yaitu kawasan bandara yang dapat dipergunakan Masyarakat umum. Biasanya dirancang di bagian depan/beranda bangunan terminal, termasuk bagian luar gudang/hanggar (warehouse). Fasilitas lain yang tersedia di area ini adalah lapangan parkir kendaraan, tempat penjualan tiket, restoran/kantin, ruang ibadah, peturan umum, dan fasilitaas pendukung lainnya.
- “Restricted Area”, yaitu kawasan bandara yang dapat dipergunakan masyarakat umum secara terbatas. Area ini merupakan bagian terminal yang dimanfaatkan untuk melayani penumpang yang berangkat dan datang/tiba. Selain penumpang dan calon penumpang tidak diizinkan memasuki area ini, kecuali para petugas bandara atau maskapai penerbangan yang memiliki kartu pengenal khusus dan atau telah mendapat izin khusus dari otoritas pengelola bandara. Pelayanan yang disediakan antara lain meja rak (konter) “check-in”, imigrasi, bea cukai, bank, tempat penukaran uang, toko cendera mata, toko bebas pajak, toko buku, kantor pos, restoran, kafe, ruang tunggu penumpang, dan ruang-ruang penunjang/pelengkap lainnya.
- “Non-public Area”, yaitu kawasan bandara yang tidak dapat dimasuki masyarakat umum, kecuali penumpang. Adapun pelayanan yang disediakan, antara lain lorong antrean penumpang (“boarding lounge”), ruang pengalihan (“transfer desk”), kantor imigrasi, kantor kepolisian, klinik kesehatan, kantor bea cukai, tempat pengambilan bagasi, meja rak “loss & found”, balai karantina dan penunjang lainnya.
Adapun prasarana penunjang operasi bandara adalah fasilitas navigasi dan pengamatan yang dikelompokkan atas peralatan pengamatan penerbangan dan peralatan udara radio (Handoyo, Singgih & Dudi Sudibyo, 2011) :
- Peralatan pengamatan udara: PSR, SSR, ATC Automation, ASMGCS, Multilateration dan GNSS.
- Peralatan rambu udara radio adalah peralatan navigasi udara yang berfungsi memberikan sinyal informasi arah dan jarak pesawat terbang terhadap “ground station”, yang terdiri dari : NDB, VHR/VOR, DME dan peralatan lainnya.
Pekerjaan pembangunan bandara bersifat kompleks dan membutuhkan tersedianya anggaran yang besar (investasi konstruksi dan instalasi yang besar). Selain rumit, pekerjaan ini juga membutuhkan keterpaduan berbagai bidang pekerjaan dan bidang keahlian, termasuk keterpaduan intra moda dan antar moda transportasi dalam kawasan dan daerah yang dilayani. Membuat Rencana Induk (Master Plan) suatu Bandara adalah menyusun pedoman pembangunan dan pengembangan suatu bandara dan pengoperasian penerbangan dengan segala bentuk analisis yang menyangkut financial/keuangan, bisnis transportasi, teknik konstruksi, teknologi, dampak lingkungan alam maupun sosial, dan lain-lain yang dilakukan secara matang dan terukur. Baik untuk pemilihan lokasinya (seperti pencapaian di darat, arah landasan terhadap angin, ketersediaan ruang udara, luasnya lahan, kemudahan konstruksi, bentuk pengembangan ke masa depan, kesesuaian Rencana Umum Tata Ruang Daerah, utilitas), maupun analisis tentang kebutuhan fasilitas bangunan (terhadap daya tampung terminal, kapasitas layanan lalu lintas udara, pengembangan dan proyeksi kebutuhan masa depan) dan permintaan proyeksi/perkiraan jasa angkutan serta analisis terinci lainnya. Serta analisis terinci tentang aspek-aspek teknis angkutan udara, ekonomi, finansial menjadi suatu Rencana Induk yang setidaknya meliputi kelompok fasilitas sebagai berikut :
- Fasilitas Sisi Udara, yakni landas pacu, taxi way, apron/tarmac, jalan inspeksi dan jalan layanan, system drainase, pagar pembatas luar kawasan.
- Fasilitas Sisi Darat, yakni zona fasilitas teknis (bangunan administrasi, operasi, menara kontrol, bangunan utilitas air bersih/listrik/air kotor/telekomunikasi, banunan umum, bangunan peralatan/perawatan bandara, kantin/kafe untuk karyawan, layanan kesehatan/keselamatan kerja, bangunan meteorogi/observasi cuaca, bangunan karantina, stasiun penerima, pengolahan limbah, dan lain-lain sesuai kebutuhan); zona fasilitas publik/pelayanan masyarakat (bangunan terminal penumpang, VIP/VVIP, restoran/kafe, jalan masuk, jalan lingkungan, taman, dan lain-lain); zona fasilitas penunjang (hanggar, terminal kargo, gedung jasa boga, karantina kesehatan, bengkel, pergudangan, jalan-jalan lingkungan, taman, perumahan karyawan, dan lain-lain fasilitas yang dibutuhkan).
- Fasilitas lainnya, yakni fasilitas komunikasi dan navigasi penerbangan yang jenis fasilitas dan tata letaknya dirancang sesuai kebutuhan , aspek mobilitas dan aksesibilitasnya serta yang terkait dengan perkembangan teknologi.
- Fasilitas Utilitas, yakni system utama dan distribusi listrik, telekomunikasi, penerangan, air bersih, pengolahan air kotor/limbah, stasiun pengadaan bahan baker (avtur, dll).
- Zona fasilitas umum & komersial, yakni Pertamanan, Tempat Rekreasi/Wisata, perkantoran dan perdagangan, pergudangan, hotel/penginapan, dan lain-lainnya sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan.
Selanjutnya, setelah diketahui dan ditentukan kebutuhan faktual sebuah bandara baru sebaiknya proses perencanaan dan perancangan dilakukan menurut tahapan berikut ini :
- Studi Pendahuluan, dimana dipelajari secara terrinci dan lengkap segala kendala yang ada dan criteria pembatas lainnya.
- Studi Fisik, menyangkut keadaan dan batas penggunaan lahan, topografis dan geologis.
- Pencapaian (Aksesibilitas) lokasi dan kawasan, baik dari udara maupun darat.
- Keadaan Lingkungan (Habitat), termasuk kepekaan terhadap kebisingan, pencemaran dan pengaturan tata letak pertamanan (landscape architecture).
- Sumber Dasar terhadap pembiayaan, tenaga kerja, bahan bangunan, dan lain-lain.
- Perkiraan Ekonomi, Karakter Demografi kependudukan, skala besaran bandara, ramalan lalu lintas untuk 5-10 tahun dan 20 tahun, gambaran terhadap proyeksi jumlah penumpang harian dan tahunan, kesibukan dan kepadatan mingguan, harian dan per jam utnuk angkutan penumpang paupun pergerakan pesawat terbang.
- Pengembangan Rencana Induk Keseluruhan seperti yang diungkapkan di muka.
- Perancangan Arsitektural Bangunan Terminal maupun Fasilitas lainnya dan Rancangan Rinci Teknis untuk proses pelelangan maupun konstruksi, dan seterusnya.
Keberadaan suatu bandara sangatlah penting sebagai prasarana industri penerbangan, tempat di mana semua kegiatan dan moda transportasi kadang bertemu. Walaupun semua kekurangan dan kelebihan yang dilakukan pihak-pihak terkait, peran dan fungsi bandara-bandara di Indonesia lebih kurang 230-an bandara besar dan kecil sudah cukup baik. Karena selain menjadi pendorong dan pelayan infrastruktur, beberapa bandara telah turut meningkatkan pertumbuhan ekonomi Negara maupun kawasan setempat.
Perkembangan Bandara di Indonesia hingga kini.
Bandara merupakan gerbang utama suatu daerah dan negara sekaligus pemberi kesan awal dan memori akhir bagi tamu pendatang dan orang asing yang datang ke daerah atau negara tersebut. Dalam perkembangan dua decade terakhir, kegiatan penerbangan komersial menunjukkan pertumbuhan yang pesat, walau kondisi infrastruktur dan pelayanan bandara belumlah memadai untuk menjadi penentu kemajuan dan daya saing. Seperti yang diketahui proses pembangunan dan pengelolaan bandara di Indonesia berada di bawah kendali Kementerian Perhubungan, dan mengikuti semua aturan dan klasifikas yang berlaku secara global. Klasifikasi Bandara (ICAO, 1999) berdasarkan kemampuan dan panjang dasar landasan pacu (runway) terdiri dari :
- Kelas satu (> 3.200 m), dapat didarati oleh pesawat terbang jenis Boeing 747, Airbus A380;
- Kelas dua (2.100 m – <3.200 m), Airbus A330, A320 dan sejenis.
- Kelas tiga (1.500 m – <2.100 m), Boeing 737, Fokker F100, DC-9 dan sejenis.
- Kelas empat (900 m – <1.500 m), Fokker F70, F28, N250, BAE 146 dan sejenis.
- Kelas lima (600 m – <900 m), Fokker F27, CN235, ATP, HS748 dan sejenis.
- Kelas enam (<600m), C212,DHC-6, Twin Otter dan sejenis.
Konfigurasi lapangan terbang adalah jumlah dan arah (orientasi) dari landasan pacu serta tata letak bangunan terminal termasuk taxi way dan apron/tarmac yang terkait dengan landasan. Jumlahnya tergantung arah angin dominan yang bertiup dan juga luas lahan yang tersedia. Adapun bentuk konfigurasinya terdiri dari : landasan pacu tunggal, dua jalur sejajar, dua jalur bersilang (berpotongan), bersilang terbuka berbentuk huruf V. Sedangkan bentuk konfigurasi untuk parkir pesawat terbang di terminal adalah : pola melingkar (satelit), bentuk dermaga/jembatan, linier dan menerus berbanjar. Dari bangunan terminal, penumpang ke pesawat terbang dirancang berhubungan melalui garbarata dan atau berjalan kaki melalui pelataran maupun antar-jemput menggunakan bis penumpang bandara.
Hingga kini, bandara di Indonesia masih jauh dari kondisi ideal terutama dari sisi pelayanan untuk memenuhi kebutuhan kecepatan pertumbuhan penumpang dan kargo maupun industri transportasi udara (penerbangan) secara keseluruhan. Bahkan, akibat keterlambatan pengembangan ini tidak sejalan mengakibatkan buruknya bentuk pelayanan dari semua bandara domestik maupun internasional. Belum lagi bila dihadapkan pada persaingan bebas kawasan regional (Traktat ASEAN Open Sky mengharuskan negara anggota ASEAN membuka wilayah udaranya tahun 2015 yang merupakan liberalisasi industri penerbangan). Dan setidaknya 30-an bandara skala Internasional milik Indonesia membuat Indonesia menjadi negara ASEAN dengan pintu yang paling banyak dan terbuka untuk dimasuki maskapai penerbangan asing. Sedangkan saat kini baru ada 3 Bandara Internasional baru yang dirancang untuk menjadi Kota Bandara (Aero City) modern dan siap beroperasi, yakni Kertajati/Majalengka/Jawa Barat (2018), Kulonprogo/Yogyakarta (2019), Kuala Namu/Medan/Sumatera Utara (pengganti Polonia, 2014).
Tahapan Menuju Kota Bandara (Aerotropolis).
Bandara ibarat sebuah kota yang dinamis dan terus bergerak, baik dalam bentuk maupun fungsinya. Secara historis maupun batasannya, bandara dipahami sebagai tempat atau kawasan di mana maskapai penerbangan beroperasi secara langsung melayani pesawat terbang, penumpang maupun barang-barang. Pemahaman tradisional bandara, saat kini mulai ditinggalkan oleh sejumlah negara maju dengan mengenalkan dan menerapkan konsep bandara yang disebut sebagai Bandara Kota (Aviopolis, Aero City, Airport City). Yang rerata mempunyai kawasan yang luas , mempunyai otoritas sendiri dan juga ditandai konfigurasi landasan pacu yang panjang.
Pada awalnya model dan konsep Bandara Kota ini berdasarkan pada hasil penelitian tahun 2002 Arsitek Mathis Guller dan Michael Guller (dua bersaudara yang tahun 1999 mendirikan Biro Arsitek Guller Guller Architecture Urbanism) untuk beberapa bandara yang berada di kawasan kota-kota metropolitan di Eropa melalui otoritas Gugus Tugas Transportasi ARC (Airport Region Conference). Bandara dan Kota/Kawasan Metropolitan tersebut adalah : Schiphol/Amsterdam, Arlanda/Stockholm, Barcelona/Barcelona, Charles de Gaulle Airport/Paris, Frankfurt/Frankfurt, Vantaa/Helsinki, Gatwick/London, Malpansa Milan/Lombardia, Vienna/Vienna, Zurich/Zurich. Gagasan ini lebih ditujukan pada koordinasi semua aspek dan pihak terhadap pengaruh pengembangan bandara dengan pengembangan kota/kawasan metropolitan secara keseluruhan.
Adapun John D. Kasarda (2005) yang kemudian dianggap sebagai penggagas lain konsep aerotropolis (implementasi Airport City) mendasarkan pada kenyataan bahwa selain infra struktur inti industri penerbangan dan layanannya, bandara dapat juga sebagai alat penggerak pengembangan yang berarti juga bagi fasilitas non-aeronautika. Pada saat yang bersamaan keberadaannya dapat memperluas jangkauan komersial dan dampak ekonomi di luar batas bandara itu sendiri. Intinya, model Bandara Kota merupakan format sebuah kota yang memiliki bandara sebagai inti yang dikelilingi kelompok fungsi yang terkait dengan peran dan fungsi bandara, kota metropolis dengan pusat kota dan pinggirannya dihubungi oleh system transportasi missal yang terangkai dengan zona industri serta fasilitas yang berkaitan dengan kegiatan industri penerbangan.
Menurut Airport Council International (2005-2012) ada 14 bandara internasional modern dan terbaik di dunia yang dapat menjadi cikal dan dapat dikatakan sebagai bentuk Bandara Kota, yakni : Incheon (ICN/RKSI)/Kore Selatan, Munich (MUC-EDDM)/Jerman, Madrid Barajah (MAD-LEMD)/Spanyol, Bilbao (BIO-LEBB)/Spanyol, Kuala Lumpur (KUL-WMKK)/ Malaysia, Denver (DEN-KDEN)/Colorado/Amerika Serikat, John F.Kennedy (JFK-EWR)/ New York/Amerika Serikat, Hong Kong (HK-VHHH)/Hong Kong, Changi (SIN-WSSS)/ Singapura, Kansai (KIX-RJBB)/Osaka/Jepang, Beijing (PEK-ZBAA)/China, Dalaman (IDLM-LTBS)/Turki, Charles de Gaulle (CDG-LFPG)/Paris/Perancis, Stamsted (STN-EGSS)/London/Inggeris.
Untuk Indonesia saat kini yang kondisi bandaranya sangat berragam dimana sulit untuk saling membandingkan satu dengan lainnya. Ada bandara yang kondisinya sudah baik, mulai membaik, belum baik, malah yang masih sangat berantakan hinbgga memerlukan perhatian khusus untuk dapat disiapkan menjadi Bandara Kota yang modern.
Hal lain yang jadi masalah adalah dibutuhkan anggaran biaya yang sangat besar untuk investasinya, hingga disamping Pemerintah perlu melibatkan keikutsertaan semua pihak, baik pihak swasta dan masyarakat luas (terutama yang lahannya akan dipergunakan) yang berkepentingan terhadap peran dan fungsi bandara serta pola pengembangan kawasan metropolitan yang terpadu.
Oleh : Syamsu Amril (0937/IAI)
Image Widjaya Lagha, Naco, Pinterest, viva.co.id