Satu lagi Warisan Budaya Tak Benda Indonesia yang diakui Badan PBB bidang Pendidikan, Saintifik dan Kebudayaan (UNESCO), yaitu kapal pinisi. Penetapan itu dikukuhkan dalam sidang ke-12 Komite Warisan Budaya Tak Benda UNESCO di Pulau Jeju, Korea Selatan, Kamis 7 Desember 2017.
Pinisi mengacu pada sistem tali temali pada kapal layar tradisional ciptaan suku Bugis dan suku Makassar di Sulawesi Selatan. Pinisi tidak hanya dikenal sebagai kapal tangguh yang mengarungi lautan di wilayah Nusantara tetapi juga di samudera internasional.
Pinisi menjadi ikon canggihnya teknik pembuatan kapal tradisional dengan rumus dan pola penyusunan lambung yang sudah diakui selama 1500 tahun. Pola kapal didasarkan pada teknologi yang berkembang sejak 3000 tahun lalu, dari perahu lesung menjadi perahu bercadik.Penetapan Pinisi ke dalam Warisan Budaya Tak Benda oleh UNESCO merupakan bentuk pengakuan dunia internasional terhadap teknik perkapalan tradisional peninggalan nenek moyang bangsa Indonesia.
“Komunitas dan masyarakat menjadi bagian penting dalam pengusulan Pinisi ke dalam daftar Intangible Cultural Heritage (ICH) UNESCO. Ini menjadi momentum yang dapat dimanfaatkan secara bersama-sama oleh pemerintah pusat dan daerah serta komunitas untuk memberikan perhatian lebih dalam pengelolaan Warisan Budaya Tak Benda yang ada di wilayahnya,” kata Hotmangaradja Pandjaitan, Duta Besar RI untuk Prancis dan UNESCO, dalam siaran persnya.
Hotmangradja melanjutkan, hal itu bermakna bagi pengembangan pengetahuan, teknik, dan seni Warisan Budaya Tak Benda yang perlu dilestarikan di tanah air, seperti kapal tradisional Pinisi.Pusat pembuatan perahu Pinisi ada di wilayah Tana Beru, Bira, dan Batu Licin di Kabupaten Bulukumba. Serangkaian tahapan dari proses pembuatan perahu mengandung nilai-nilai kehidupan sehari-hari, seperti kerja tim, kerja keras, ketelitian, keindahan, dan penghargaan terhadap alam dan lingkungan.
Dengan penetapan Pinisi sebagai warisan budaya oleh UNESCO, maka Indonesia telah memiliki 8 elemen budaya dalam Daftar Warisan Budaya Tak Benda UNESCO. Tujuh elemen yang telah terdaftar sebelumnya adalah Wayang (2008), Keris (2008), Batik (2009), Angklung (2010), Tari Saman (2011), dan Noken Papua (2012), dan Tiga Genre Tari Tradisional Bali (2015). Serta satu program Pendidikan dan Pelatihan tentang Batik di Museum Batik Pekalongan (2009).
viva.co.id/Image Gemintang.com