Selama satu bulan ini saya mengamati sebuah gerakan sosial dari masyarakat/komunitas yang punya kesadaran dan peduli akan sampah di Kota Ternate. Tiada hari tampa informasi perkembangan organisasi komunitas dan program kegiatan yang dilakukan oleh komunitas ini di media sosial.
Nama komunitas nya cukup menarik, yaitu KosaKate (Komunitas Sadar Sampah Kota Ternate). Anggotanya terdiri dari berbagai macam golongan, berbagai lapisan masyarakat dan tidak memandang status sosial. Gerakan ini murni gerakan sosial dan lingkungan dengan tagline Gerakan Budaya Bersih dan Senyum.
Terakhir pada hari Buruh 1 Mei 2018 Kosakate menggelar bakti sosial di kawasan komplek perkuburan umum kelurahaan Maliaro Kota Ternate. Selain memperingati Hari Buruh, bakti sosial ini juga bersih-bersih dalam rangka menyambut bulan suci Raamadhan 1439 H. Sebelum itu KosaKate bersama-sama aparatur negara baik sipil maupun meliter membersihkan sampah-sampah plastik yang ada dipinggir pantai maupun di sungai-sungai yang pada musim kemarau mengering dan disitulah sampah-sampah orang-orang yang tidak bertanggung jawab membuang sampah.
Di Kota yang lain, Kota Surabaya baru saja meluncurkan sistim transportasi publik yang ramah lingkungan. Menariknya pembayaran ongkos dari bus kota ini bisa dengan sampah plastik. Sebuah terobosan baru setelah dulu kota Surabaya terkenal dengan konsep taman-taman kotanya oleh walikota Surabaya Tri Rismaharini.
Layanan transportasi publik dengan nama “Suroboyo Bus”, bus kota yang memang didesain dengan kenyamanan penumpang dan berpenampilan mencolok serta dilengkapi berbagai keungulan dan programing yang terkoneksi dengan sistim lalu lintas jalan. Suroboyo bus ini beroperasi mulai dari arah selatan ke utara (terminal Purbaya sampai Halte Rajawali), dan begitu juga sebaliknya.
Bagi masyarakat yang ingin memantau pergerakan dan kapan sampai di halte, kendaraan ini di lengkapi dengan aplikasi GoBis. Selama ini bisa dibilang bahwa kota Surabaya juga menjadi pelopor smart cities dan menjadi pelopor dan tempat belajar kota-kota untuk layanan dengan basis teknologi. Sehingga ini lebih memudahkan implementasi berbagai aplikasi –aplikasi layanan masyarakat karena secara infrastruktur IT kota Surabaya siap.
Selain itu, pendekatan sampah dan pelayanan publik ini mencoba mengatasi permasalahan krusial perkotaan terutama kota Surabaya itu sendiri. Ditengah meningkatnya jumlah kendaraan pribadi yang sudah mencapai 75 % di kota Surabaya dan dibandingkan 25 % angkutan massal, ini bukan angka yang ideal, ucap Tri Rismahardini pada saat peluncuran Suroboyo Bus. Untuk itu, Kota Surabaya akan terus melakukan terobosan-terobosan untuk terus menambah layanan publik dan menekan cepatnya peningkatan kendaraan pribadi .
Kota Surabaya termasuk kota yang berhasil memecahkan kerumitan problem perkotaannya. Kota yang dipimpin seorang lulusan pendidikan arsitektur ini, memulai dan merintis profesi dari bawah sebagai pegawai negeri sipil ini berhasil mengubah cara pandang dengan pendekatan yang merakyat dan mengerti apa yang mesti dilakukan terhadap kotanya.
Curitiba; Inovasi dan implementasi “Urban Arcupunchur”
Ini salah satu contoh sebuah gerakan komunitas yang peduli akan sampah serta terobosan yang dilakukan oleh seorang walikota Surabaya Tri Risma Hardini terhadap problem perkotaan dengan beberapa pendekatan yang cerdas, baik permasalahan sampah, ruang terbuka hijau maupun layanan publik. Tetapi kalau bicara sampah dan inovasi-inovasi pemecahan masalah ruang terbuka hijau dan serta layanan publlik yang berhasil, pikiran menerawang jauh mengingat salah satu kota di negara Brazil dan sang walikotanya yang fenomenal.
Jaime Lerner sang walikota dan Kota Curitiba, sang walikota dan kota yang selalu menjadi pembicaraan dunia karena keberhasilannya mengubah kota, dari kota yang terkenal dengan banyaknya permukiman kumuh, problem lalulintas yang parah, polusi udara yang tinggi, rendahnya tingkat pendidikan, banjir dan sembraut serta pada awal tahun 1970an kota kota Curitiba terkenal sebagai kota yang termacet dan terkumuh di Brazil. Dengan pendekatan yang disebut “ Urban Acupunchur” mengubah problem menjadi solusi.
Curitiba merupakan ibu kota negara bagian Brasil, Provinsi Paraná. Kota ini terletak di Brasil bagian tenggara, sekitar 1.081 km dari ibu kota Brasil, Brasilia. Penduduknya berjumlah 1.757.904 jiwa. Wilayah metropolitannya terdiri dari 26 munisipalitas dengan total populasi 3,2 juta orang (sensus 2005). Kota yang terkenal akan banyaknya ruang terbuka hijau ini terletak di dataran tinggi sekitar 3.120 kaki di atas permukaan laut dan terletak 65 mil dari pelabuhan laut Paranaguá (https://wikipedia.org/wiki/Curitiba).
Konsep pendekatan dari Urban Acupunchur ini berhasil diaplikasikan seorang walikota dan setelah 3 periode itu beliau terpilih menjadi gubernur. Beliau seorang arsitek dan juga perencana kota, jabatan itu diemban sebelum dan sesudah menjabat jadi walikota dan gubernur. Jaime Lerner pernah aktif di pemerintahan, dimana Beliau menjadi walikota Curitiba (ibukota Provinsi Parana) periode 1971-1975, 1979-1984 dan 1989-1992. Selanjutnya pada tahun 1994 beliau terpilih menjadi Gubernur Parana dan terpilih lagi pada tahun 1998.
Implementasi dari pendekatan Urban Akupunchur ini menjadi inspirasi dunia dan beliau banyak mendapat penghargaan bergengsi, diantaranya United Nation Environmental Award (1990), the Child and Peace Award dari UNICEF (1996) dan World Technology Award for Transportation (2001). Pada tahun 2010 dinominasikan di antara 25 pemikir paling berpengaruh di dunia oleh majalah Time.
Jaime Lerner menuturkan, disebuah kota, kamu harus bekerja dengan cepat. Perencanaan membutuhkan waktu. Saya mengusulkan Acupunchur Urban. Yang berarti saya, dengan beberapa gagasan fokal untuk membantu proses perencanaan normal. Dan ini adalah titik akupuntur. Dalam salah satu persentasi didepan publik di Buenos Aires.
Tetapi sebelum jauh membicarakan pedekatan yang dilakukan oleh Jamie Lerner, kita coba pahami definisi dari Urban Akupunchur. Urban Akupunchur sendiri bukanlah sebuah disiplin ilmu, tetapi merupakan sebuah filosofi sebagai pendekatan untuk menjawab permasalahan sosial dan perkotaan, serta memperbaiki kualitas lingkungan perkotaan. Perencanaan kota (Urban Planing) yang berdasarkan kebijakan pemerintah biasa memerlukan waktu yang lama dengan prosedur yang rumit.
Perencanaan kota kerap menekankan pada kuantitas dari pada kualitas, sehingga banyak sekali program dan proyek penataan yang dilakukan namun hasilnya kurang mampu dirasakan secara luas. Urban Acupuncture hadir sebagai suatu pendekatan untuk memberikan solusi penataan untuk mendapatkan dampak yang signifikan (sensitive effect) dalam waktu singkat dengan tetap berdasarkan pada aturan perencanaan kota (urban planning) yang telah dirumuskan sebelumnya. Penataan dilakukan dalam skala kecil namun mampu menghasilkan dampak dan kualitas yang baik bagi kota. Urban Acupuncture menghasilkan reaksi berantai (chain react), dimana penataan satu spot akan memberikan pengaruh pada spot lain dan akhirnya akan berdampak luas bagi kota tersebut.
Profesor Marco Casagrande arsitek Finlandia dan teoretikus sosial dari Tamkang University of Taiwan, mengambarkan Urban Acupuncture sebagai sebuah metoda kombinasi antara urban design dengan teknik akupuntur (tusuk jarum) medis Cina. Kota memiliki energi yang komplek dan terus mengalir (complex energy and flows) sejalan dengan perkembangan kota yang ada. Dengan fokus pada sebuah point dengan pemberian energi positif maka akan mampu berdampak pada energy makro yang ada pada kota. Sehingga penataan pada satu spot/pinpoint tertentu pada kota mampu memberikan dampak besar pada kualitas kehidupan kota tersebut.
Dan Jaime Lerner merupakan seorang yang berhasil mengaplikasikan dan menerapkannya pada kota Curitiba. Menurut Jaime Lerner, bahwa Urban Acupuncture merupakan sebuah pendekatan untuk merevitalisasi kota dengan dukungan kebijakan (policy) kota yang ada. Penataan kota secara -kota. Urban Acupuncture tidak hanya pada penataan lingkungan fisik, tetapi juga dapat berupa kebijakan kota.
“menurut prinsip Akupuntur, tindakan harus sederhana, menghasilkan efek langsung, biaya terjangkau dan berlaku untuk setiap setuasi untuk memfasilitasi kehidupan sehari-hari warga serta untuk mengatasi kebutuhan mendesak, baik itu di jantung kota-kota atau di daerah perifer, membawa energi positif untuk seluruh kota”.
Jaime Leaner mendefenisikan perkotaan Akupuntur atau Urban Acupuncture sebagai serangkaian skala kecil, intervensi yang terfokus yang memiliki kemampuan untuk meregenerasi atau untuk memulai sebuah proses regenerasi dalam ruang yang sudah mati atau rusak dan lingkungannya.
Terobosan dari Sang Walikota Jaime Lerner
1971, Jaime Lerner terpilih menjadi Walikota Curitiba. Ia menjadi salah satu anggota paling berpengaruh dalam melaksanakan Rencana Induk 1965 melalui pengalamannya dengan Curitiba Research and Urban Planning Institute atau Instituto de Pesquisa e Planejamento Urbano de Curitiba (IPPUC). Lerner dan IPPUC secara agresif dan terorganisir merebut kembali jalan-jalan di pusat kota dengan menduduki mereka dengan warga sipil dan anak-anak untuk mencegah mobil memasuki daerah tersebut.
Unsur-unsur sosial, ekonomi, dan lingkungan dari pembangunan berkelanjutan Curitiba ini difasilitasi oleh penggunaan lahan terpadu, transportasi umum, dan rencana jaringan jalan.
Setidaknya ada 3 konsep perubahan yang dilakukan oleh Curitiba pada saat kepemimpinan Jaime Lerner, yaitu inovasi dalam hal:
- Sistem Pengelolaan Sampah
- Sistem Transportasi dan Tata Ruang
- Sistem Peningkatan Area Hijau dan Pengendalian Banjir
1. Sistem Pengelolaan sampah
Sebagaimana kota-kota besar lain di seluruh dunia, Kota Curitiba juga mengalami berbagai permasalahan urban, antara lain pertambahan populasi dan sampah. Jumlah penduduk Kota Curitiba yang besar menghasilkan volume sampah yang besar pula. Namun demikian Kota Curitiba tidak terpuruk dalam permasalahan sampah. Pada tahun 1989 Kota Curitiba memulai inovasi pengelolaan sampah yang ekonomis dan berwawasan lingkungan yang diberi tajuk “Garbage that is not Garbage” (Sampah yang Bukan Sampah). Inovasi pengelolaan sampah tersebut dapat mendaur ulang 70% sampah Kota Curitiba dan 90% penduduknya berpartisipasi dalam program daur ulang sampah. Upaya tersebut diapresiasi oleh United Nations Environment Programme (UNEP) yang pada tahun 1990 memberikan penghargaan tertinggi bidang lingkungan hidup pada Kota Curitiba (Keuhn 2007, Fazzano & Weiss 2004). Adapun empat inovasi tersebut adalah:
A. The Garbage Purchase (Pembelian Sampah)
Pada tahun 1989, Kota Curtiba membutuhkan pabrik daur ulang sampah. Sayangnya pendirian pabrik tersebut membutuhkan dana 70 juta US dollar sementara itu pemerintah Kota Curitiba tidak memiliki dana sebesar itu. Sebagai solusinya, pemerintah melakukan kampanye pemilahan sampah berdasarkan kategori organic dan non organic. Pelaksanaan kampanye program tersebut dibantu oleh Institute for Social Integration. Program ini selain bertujuan untuk memelihara kebersihan kota juga dapat mengurangi pengangguran karena melibatkan 16.000 pengumpul sampah independent yang dibayar setiap akhir pekan atau akhir bulan setelah mengumpulkan sampah dari 25 area tertentu yang sulit diakses truk pengangkut sampah. Setiap bulan ada 555 ton sampah yang dibeli melalui program ini. Pengumpul sampah independent berfungsi untuk membantu 2.000 petugas kebersihan resmi yang dipekerjakan oleh pemerintah Kota Curitiba. Di Curitiba pengumpul sampah independent mendapat posisi terhormat karena bekerja keras menjaga kebersihan kota dan mereka merupakan komponen ekonomi yang penting (Rabinovitch & Leitman, 1996; Keuhn, 2007).
B. The Green Exchange (Penukaran Sampah)
Program yang dimulai pada tahun 1991 ini ditujukan bagi masyarakat berpendapatan rendah. Kegiatannya adalah mengumpulkan, memilah dan menukar sampah rumah tangga dengan barang kebutuhan sehari-hari seperti tiket bis, buku tulis bagi anak sekolah, dan bahan makanan. Disediakan 97 lokasi penukaran sampah yang berpindah setiap dua minggu sekali. Dalam perkembangannya pemerintah Kota Curitiba mengeluarkan kebijakan menukar sampah dengan buah dan sayuran segar. Setiap empat kilogram sampah dihargai setara dengan satu kilogram buah atau sayuran segar. Melalui program ini setiap bulan ada sekitar 60.000 kilogram buah dan sayuran segar yang dibarter dengan sampah. Pemerintah Kota Curitiba membeli buah dan sayuran segar dari petani lokal. Program ini selain dapat menstabilkan perekonomian petani, sekaligus juga menyediakan bahan pangan bagi 35.000 keluarga miskin serta menjaga kebersihan lingkungan kota. Melalui program ini setiap hari ada sekitar 9 ton sampah yang berhasil dikumpulkan masyarakat Kota Curitiba (Martins 2007 dalam Keuhn, 2007; Fazzano & Weiss, 2004).
C. Free Open University For Environment (Pendidikan Lingkungan Hidup/PLH)
The Free Open University for the Environment yang didirikan pada tahun 1991 merupakan daya tarik ecotourist yang unik dan terkenal di Kota Curitiba. Universitas tersebut memberikan program pendidikan pengelolaan dan perlindungan lingkungan hidup (PLH) secara gratis pada masyarakat umum. Lokasi universitas yang terletak di tengah hutan kota membedakannya dengan lembaga pendidikan pemerintah yang lain. Perusahaan pemerintah maupun swasta di sektor industri tertentu seperti kimia, lingkungan, energi dan petrokimia bahkan mensyaratkan pekerjanya untuk mengikuti program PLH di universitas tersebut. Banyak anggota masyarakat seperti ibu rumah tangga, pengawas bangunan, pelayan toko, dan sebagainya yang mengikuti PLH secara sukarela. Sedangkan bagi anak-anak sejak tahun 1989 diperkenalkan program SE-PA-RE (separate). Program SE-PA-RE ini bertujuan untuk mendidik anak-anak mengenai pentingnya memilah sampah. Sesuai dengan sasaran didiknya, program SE-PA-RE menggunakan media kartun (Rabinovitch & Leitman, 1996; McCartney 2006; Fazzano & Weiss 2004; Keuhn 2007).
D. All Clean (Semua Bersih)
Kota Curitiba mendanai program padat karya yang dilakukan secara berkala untuk membersihkan wilayah tertentu di dalam kota yang banyak terdapat timbulan sampah namun tidak dapat dijangkau oleh system layanan pengelolaan sampah konvensional. Program ini dilakukan di 135 neighbourhoods (rukun tetangga). Selain membersihkan jalan dan tempat-tempat lain, program ini juga membuat dan memelihara kebun sayur di bekas tempat penampungan sampah. Program ini mempekerjakan para pensiunan, pengangguran, mantan pemabok dan tuna wisma yang membutuhkan pendapatan. Program ini tidak berbasis pada mekanisme modal-insentif tetapi pada partisipasi publik (Rabinovitch & Leitman, 1996; McCartney 2006).
2. Inovasi Transportasi Publik dan Tata Ruang
Investasi besar di bidang infrastruktur dan perencanaan yang efektif diaktifkan kembali oleh pemerintah Curitiba dengan memulihkan sepenuhnya biaya operasi dan pengadaan bus. Dengan memberikan operator swasta sebuah eksklusifitas yang besar untuk mengoperasikan layanan bus dan mengurangi sejumlah resiko dari operasi-operasi yang menguntungkan pada beberapa pihak. Pembentukan perusahaan milik pemerintah sebagai pengawas seluruh sistem bus juga sangat terbantu oleh manajemen yang baik.
Penumpang bisa mengakses pusat kota dari setiap bagian dari wilayah Curitiba hanya dengan pembayaran tiket yang dapat mengantarkan mereka dari satu jenis bus ke jenis bus yang lain. Perubahan ini dibuat kedalam dua jenis stasiun, terminal yang berada di pingggiran (untuk mengubah dari bus regional ke lokal) dan beberapa tube stations.
Seperti yang bisa dilihat pada gambar diatas, 5 buah jalan utama yang ada ditransformasikan secara berhubungan menuju sistem baru transportasi umum ini. Masing-masing mempunyai 3 jalan. Di pusat jalan (di tengah), merupakan sebuah tempat transportasi umum ekslusif yang ditujukkan untuk bus dan kendaraan darurat, sehingga siapapun yang tiba ke kota dengan angkutan umum akan mencapai sebuah titik yang cepat, tidak usah khawatir lagi pada kemacetan.
Disamping itu, dua jalan mobil cepat satu arah berguna untuk mengakses isi kota. Sementara dua jalan lainnya yang terdiri dari 3 jalur cepat ini merupakan lalu lintas regional, sehingga kota dapat dilewati, yang terpenting adalah tidak menimbulkan lalu lintas yang boros dan memperlambat yang sedang mengakses jalan. Jalan ini pun merupakan satu arah, sehingga persimpangan jalan yang dihasilkan diantaranya tidak membutuhkan lagi sebuah bundaran (misalnya), semua kendaraan tidak berubah arahnya, serta bisa menghemat uang (bensin) karena lampu lalu lintas yang ada dapat diminimalisir.
Berikut merupakan perkembangan structural corridors pada sistem transportasi di Curritiba dari tahun ke tahun:
Pada seluruh sistem bus, penumpang hanya diminta untuk membayar ongkos tunggal dan diperbolehkan transfer unlimited dimana sistem bus terkoneksi. Transfer akan terjadi dalam bagian yang sudah dibayar dari terminal bus sehingga tidak ada kebingungan dengan yang telah dan belum dibayar. Sistem tarif flat ini dapat mengurangi kebingungan, waktu, dan biaya, sebagai penumpang tidak lagi harus membeli tiket untuk setiap perjalanan yang mereka ambil. Ini akan bermanfaat bagi semua penumpang terutama dari penumpang yang memiliki pendapatan rendah yang umumnya memerlukan lebih transfer tetapi dana yang dimiliki lebih sedikit .
Sejak tahun 2002, ada kartu pintar yang tersedia sehingga penumpang hanya dapat mengisi ulang uang ke kartu mereka dan menggesek setiap kali mereka memasuki jaringan bus yang jauh lebih praktis.
Setiap jenis bus kota berhenti di tube station atau ‘stasiun tabung‘ di mana penumpang membayar tiket mereka dan langsung bisa mengakses bus. Tidak seperti busway di Jakarta stasiun ini rata dengan ketinggian bus sehingga orang tidak harus naik tangga terlebih dahulu dengan jarak yang dirasa capek juga kalau mau menggunakan bus trans jakarta. Disamping itu tube station ini memungkinkan lalu lintas bus untuk pergi lebih cepat, driver tidak harus menunggu penumpang untuk membayar biaya mereka dan membuat lebih mudah akses universal terhadap orang-orang (penumpang).
Selain itu, disediakan pula akses bagi kaum difable untuk dapat lebih mudah mengakses tube station ini.
Sistem administrasi pada transportasi Curitiba terus ditingkatkan dari tahun ke tahun, terlebih lagi untuk meningkatkan sistem transit bus ini mengalami perkembangan dari sejak awal berdirinya sampai sekarang. Salah satu contoh adalah penambahan jaringan terbaru yaitu koridor keenam, yang biasa disebut Green Line (Linda Verde). Operasional gedung mulai untuk Jalur Hijau yaitu pada tahun 2009 dan merupakan koridor pertama untuk menyertakan/menyalip jalur untuk berbagai layanan bus. Ini mensyaratkan bahwa stasiun bus dan jalan-jalan dapat mencakup kombinasi dari layanan bus karena stasiun yang cukup luas untuk memasukkan bus pada kedua sisi, dan jalan yang cukup lebar untuk memiliki dan melewati jalur untuk bus yang akan menyalip. Bus yang beroperasi di jalur hijau berjalan pada 100% bio-diesel dan diperkirakan bahwa ada pengurangan emisi yang dihasilkan sekitar 30% pengurangan karbon dioksida dan 70% asap yang dihasilkan lebih sedikit dibandingkan dengan bus yang berjalan menggunakan bahan bakar tradisional. Perbaikan konstan yang telah terintegrasi ke dalam sistem yang cepat dengan kemajuan koridor dan transformasi lingkungan ini menggambarkan dominasi Curitiba dalam inovasi transportasi selama 35 tahun terakhir.
Kendaraan bus juga bervariasi tergantung pada rute yang diambil oleh penumpang, dengan bus ekspres yang membawa jumlah tertinggi penumpang pada sumbu struktural utama dan bus pengumpan yang membawa sejumlah kecil penumpang di sepanjang rute antar kabupaten. Ukuran bus dan frekuensi tergantung pada permintaan penumpang dan cocok dengan rute yang ditentukan oleh mereka. Bus pada rute ekspres utama yang digunakan memiliki kapasitas 110 penumpang namun dengan peningkatan tuntutan bus kemudian diubah menjadi bus gandeng yang bisa menampung 170 penumpang. Sejak tahun 1991, sebuah bus diperkenalkan dan dapat menyimpan hingga 270 penumpang peningkatan kapasitas penumpang yang dapat dipindahkan. Dengan menyesuaikan sesuai permintaan, bus memenuhi persyaratan tertentu untuk setiap rute dan ini menurunkan jumlah bus kosong di jalan-jalan yang lain bisa membuang energi, sumber daya, pekerja, dan uang.
3. Sistem Peningkatan Area Hijau dan Pengendalian Banjir
Strategi yang digunakan adalah “Design with Nature” yaitu merancang kota menyesuaikan dengan kondisi dan sifat alam, bukan melawan alam. Strategi ini dapat memecahkan masalah banjir tanpa perlu membuat investasi yang mahal untuk pengendalian banjir. Realisasi strategi ini antara lain:
Saluran air dan dataran rendah di seluruh kota yang rawan banjir itu berubah menjadi taman. Semua orang didorong untuk menanam pohon dan setiap daerah pemukiman harus memiliki kebun. Kemudian pada 1990-an, Curitiba ditunjuk sebagai Ibukota Ekologi Brasil. Enam taman baru dan delapan daerah berhutan diciptakan, dengan total lebih dari delapan juta meter persegi area pelestarian publik.
Penggandaan Ruang Terbuka Hijau
Curitiba menempuh segala cara untuk memperbanyak RTH seperti membangun banyak taman dan hutan kota yang dilengkapi dengan kolam dan danau buatan. Selain memiliki nilai rekreasi dan estetika, taman dan hutan kota secara alami juga berfungsi sebagai sarana pengendalian banjir. Kawasan-kawasan sempadan sungai yang juga dihijaukan berfungsi sebagai barier untuk mencegah pencaplokan lahan, perlindungan tebing sungai dan sekaligus menjadi tempat rekreasi bagi warga kota. Sebuah lubang bekas penambangan juga berhasil disulap menjadi danau yang berfungsi untuk menampung luapan air banjir dari kanal-kanal kota.
Ruang terbuka harus permeabel. Tidak seorang pun dapat menebang pohon tanpa izin, dan jika anda mendapatkan izin, anda harus menggantinya dengan dua pohon. Ruang terbuka publik telah tumbuh lebih cepat dari populasi penduduk yang ada di Curitiba.
Melalui program ini Curitiba berhasil melipatgandakan RTH yang pada tahun 1970 hanya 0.5 m2 per kapita menjadi 55 m2 persegi per kapita pada 2002; ini melebihi standar WHO yang hanya 9 m2 per kapita. Dengan demikian Curitiba memiliki indek RTH tertinggi di dunia. Jumlah RTH ini melebihi 30% dari luas kota. Inovasi yang berhasil ini lebih tinggi dari New York, lebih tinggi dari setiap kota di seluruh dunia, empat kali lebih tinggi dari rekomendasi PBB.
Sementara bangunan komersial terus dibangun, taman-taman dan danau-danau artifisial juga dibangun di tengah kota. Keberadaan keduanya tidak saling mengganggu, tetapi justru saling mendukung.
Pengendalian Banjir
Sebuah sistem drainase dicanangkan dan dimasukkan ke dalam sungai dan danau (channel) untuk memastikan itu tidak lebih dari mengisi dan menyebabkan banjir. Seperti contoh pada Iguaçu River Parallel channel and Park area ini:
Berdasarkan gambar diatas, banjir akan diatur melalui channel-channel yang tersebar. Ini berarti air yang seharusnya menjadi air banjir bisa digunakan secara teratur. Bilamana banjir yang harusnya terjadi maka akan digunakan dan dialirkan dari channel-channel ke tempat penampungan sungai/danau yang berada di areal Curitiba. Hal ini tentunya membantu air yang seharusnya menjadi air banjir ini tersalurkan ke tempat yang semestinya, maka dari itu danau/sungai merupakan tempat yang semestinya dan akan jauh lebih indah dan menarik ketika ada pengunjung yang mengunjungi tempat ini.
Dari 3 pendekatan inovasi yang diuraikan diatas, kota heritage/pusakanya menjadi terjaga pelestariannya karena Jaime Lerner sebagai walikota juga punya kkomitment dalam melestarikan kawasan-kawasan heritagenya. Sehingga kombinasi antara heritage dengan kawasan terbuka bersinergi dan semakin memberikan ruang-ruang bagi aktifitas turisme.
Dan dengan tertata apiknya pendestrian dan ruang terbuka hijau menjadikan kawasan lama kota menjadi semakin enak untuk dinikmati oleh masyarakat maupun turis yang berkunjung ke kota Curitiba. Kota yang memiliki luas ruang terbuka hijau yang lebih dari 30 % dari luas kotanya ini memberikan kesegaran pikiran dan mata untuk menikmatinya.
Apalagi senergi antara Tube Station (stasiun tabung) dan area pendestrian tertata apik memberikan kenyamanan pejalan kaki. Tidak ada rasa jenuh dan membosankan, karena kawasan tertata dan mampu memberikan rasa nyaman. Begitu juga di kawasan old town, turis bisa menikmati kawasan yang enak disusuri dengan jalan kaki.
Dengan baik dan mudahnya transportasi public, jaringan draenase kota dan pengolahan sampah yang baik, keberadaan kawasan heritage sebagai kawasan pavorit turis dan juga masyarakat menjadi semakin menjadi daya tarik. Karena kenyamanan, keamanan menjadi kunci bagi datangnya para wisatawan disamping aspek sejarah dan jugaterjaganya pelestarian dari kawasan tersebut.
Terakhir, sekali lagi mengambarkan konsep perkotaan dan filosofi perkotaan dari Jaime Lerner; Konsep-konsep ini bersatu dalam metafora Penyu yang mewujudkan kehidupan, pekerjaan, dan gerakan – jika Anda memecah cangkang kura-kura, ia akan mati. Jadi, kota yang “vital” adalah kota yang, sebagaimana ditekankan oleh metafora, menyediakan cangkang pelindung untuk mengintegrasikan fungsi-fungsi perkotaan yang kompatibel dan mempengaruhi perubahan tanpa merusak tempat perlindungan jiwa.
Disarikan; Asfarinal St. Rumah Gadang
Sumber :
http://www.tribunnews.com/regional/2018/04/07/suroboyo-bus-mulai-beroperasi-bayarnya-cukup-pakai-sampah-plastik
http://green.kompasiana.com/polusi/2012/09/29/inovasi-pengelolaan-sampah-di-kota-curitiba-brazil-mungkinkah-kita-adopsi-497683.html
https://www.theguardian.com/cities/2016/may/06/story-of-cities-37-mayor-jaime-lerner-curitiba-brazil-green-capital-global-icon
https://agustrigono.wordpress.com/tag/urban-acupuncture
Lessons from Brazil: Urban Acupuncture With Architect-turned-Mayor Jaime Lerner
https://en.wikipedia.org/wiki/Urban_acupuncture