Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Lotek Sagan, Sajian Kuliner Yang Unik

Sensasi Lotek

Sampai saat ini ketika ditanya teman “Apa sih Lotek itu? Bentuk mlotek9akanan seperti apa?” selalu saja saya harus sibuk mencari padanan yang bisa menggambarkan bentuk lotek ini, dan meskipun hampir sama tapi nyata beda, saya selalu menjawab “Lotek itu seperti antara gado-gado dan pecel, tapi lotek bumbunya tidak disiram tapi dibuat dan dicampur bersamaan dengan sayuran yang menjadi materi utamanya, persis dengan pembuatan rujak.” Begitu terang saya panjang lebar, menggambarkan wujud lotek ini.

“Lotek juga tidak menggunakan bahan-bahan seperti kentang, kol, telur dan tomat. Karena lotek lebih sederhana, hanya berbahan bayam, tempe, bakwan goreng, lontong, dan bumbu campuran dari kacang tanah yang digoreng matang, cabai secukupnya, kencur, garam, gula merah, air asam jawa serta air hangat.” Saya mencoba lagi untuk memperjelas.

Semua bahan-bahan sayuran itu dimasak terlebih dahulu hingga setengah layu, kemudian dicampur dalam sebuah cobek batu dan dicampur dengan adonan bumbu menjadi satu. Bumbu-bumbu diulek halus dan disiram air asam sehingga membentuk adonan encer seperti saus berwarna cokelat, begitu semuanya tercampur barulah lotek siap dihidangkan. Langkah terakhir biasanya lotek ditaburi bawang goreng, emping mlinjo dan kerupuk kampung diatas lotek dengan diremuk terlebih dahulu menjadi serpihan-serpihan yang hancur oleh tangan sang penjual.

“Apa sih enaknya lotek?” dengan semangat saya selalu berusaha untuk meyakinkan bahwa saat kita menikmati lotek ini, rasa manis, asem, asin dan keriuk-keriuk yang berasal dari serpihan emping, kerupuk dan bakwan goreng gurih bercampur ramai di lidah menjadi satu. Segar dan mengenyangkan. Yummy…!

 

Lotek dan Jogja

Dari beberapa tempat di Indonesia, jarang sekali ditemui makanan lotek ini, kecuali di Jogja. Di Jogja, sepertinya keberadaan lotek menjadi pesaing berat makanan sejenis lainnya seperti Gado-gado, Kupat Tahu, atau Pecel. Lotek juga menjadi alternatif makanan yang dipandang sehat, karena mayoritas materinya terdiri dari sayuran rebus yang segar dan tidak banyak menggunakan minyak, kecuali bakwan dan kerupuk.

Lotek juga menjadi pilihan makanan dengan kategori sangat terjangkau dari segi harganya, mulai dari harga Rp 2.500 sampai Rp 8.000 an per piring atau bungkus, lotek mudah diperoleh mulai di warung-warung kecil di perkampungan, warung makan besar hingga food court modern di mall. Umumnya lotek banyak dijual di wilayah yang ditinggali para pelajar dan mahasiswa. Mengingat segmen ini kebanyakan mencari makanan dengan budget yang murah tapi sehat dan bisa mengenyangkan.

Apakah lotek ini khas darilotek6 Jogja? Saya juga belum bisa mendapatkan informasi yang jelas, sejauh ini hanya di kota Jogja-lah kita bisa mendapatkan banyak warung dan rumah makan yang menyajikan lotek. Kenyataan lain yang mungkin bisa juga menjawab adalah jika ditarik garis lurus dari rasa manis yang mendominasi rasa lotek ini, yang hampir sama dengan makanan lain khas jogja seperti gudeg yang memang juga terasa manis, bisa jadi lotek ini memang asli muncul dari Jogja. Tapi apakah benar lotek adalah masakan khas Jogja? Masih harus ditelusuri lebih lanjut.

 

Jogja, Kota Kuliner yang bersahaja

Mengunjungi Jogja, sallotek4ah satu yang wajib adalah memasukkan jadwal untuk menelusuri semua kenikmatan sajian kulinernya. Beragam pilihan makanan tradisional berderet di sepanjang selemparan mata memandang. Mulai yang dijajakan mbok bakul keliling, warung tenda, gerobak angkringan, lesehan, tempat makan rumahan sampai dengan restauran berkelas. Semua serba ada, serba mengundang selera, dan Jogja memang menjadi pilihan tepat untuk kuliner.

Kekhasan Jogja mengenai kuliner ini perlu menjadi catatan sendiri bagi para penggila makanan untuk berhati-hati, karena Jogja sering juga mengecewakan. Apa alasannya? Keberhasajaan kotanya yang adem, karakter manusianya yang kalem, halus dan nggak neko-neko, ternyata juga tercermin dari perilaku para pengusaha penyedia makanan ini dalam menjalankan bisnisnya. Khususnya pelaku bisnis kuliner yang masih tradisional, karena kebanyakan mereka berprinsip ‘ora ngoyo’ atau tidak ngotot dalam berjualan. Seperlunya saja, mereka membuka bisnisnya dengan mematok waktu tertentu, pagi hingga siang, siang hingga sore, atau sore sampai malam dan pilihan terakhir adalah malam sampai pagi.

Biasanya mereka, para pedagang ini, tidak akan memperpanjang waktu buka atau menambah stok dagangan untuk meraup pendapatan lebih banyak, meskipun dagangannya laris manis. Saat dagangan habis, maka tutuplah warungnya. Terus terang, saya seringkali kecewa ketika tiba-tiba tempat makan yang dituju sudah tutup, dengan tulisan tangan pada sebuah potongan kardus berwarna cokelat yang ditempel di pintu dengan tulisan “Maaf Habis.” Bahkan untuk yang paling ekstrim, baru buka 3-4 jam, makanan yang dijual ludes! Jadi tips yang perlu dicatat, datanglah lebih awal jika tidak ingin kecewa. Karena Jogja memang bersahaja.

 

‘Tom Cruise’ jajan Lotek di Warung Bu Bagyo

Saat menyebut Bu Bagyo, seolah menjadi salah satu agenda ‘wajib kunjung’ untuk merasakan sensasi segar-gurih lotek. Seperti janji yang terpampang diposter dinding warungnya, bahwa semua sajian loteknya hanya disajikan dengan sayuran yang selalu segar, dan bukan sayuran layu yang tidak terjual kemarin, maka sepertinya sangat maklum kalau warung kecilnya yang kini bertebaran di beberapa tempat seperti di daerah Colombo, Mrican, Taman Siswa, Condong Catur , kantin kedokteran UGM dan lain-lain setiap harinya tampak ramai. Laris!

Selain sayuran segarnya, salah satu yang konsisten hingga kini dan tidak pernah berubah adalah proses meracik lotek ini, selalu saja dilakukan satu per satu, tidak bersamaan, sehingga pelanggan bisa mengajukan permintaan campuran bahan dan seberapa banyak cabai yang akan membuat tingkat kepedasan lotek seperti yang diinginkan.

Salah satu lokasi warung lotek Bu Bagyo yang sering disebut ‘Lotek Sagan’ misalnya, keunikan tampak dari para peracik lotek yang berjejer hingga 4-5 orang di samping warung, ibu-ibu setengah baya yang sambil sesekali ngobrol dengan bahasa Jawa ‘ngoko’, tangannya asyik ‘ngulek’ menumbuk bumbu kacang dan meramu sayuran dalam cobek-cobek batu besar yang memenuhi hampir sebagian meja panjang.

Warung ini terletak di Sagan Baru. perempatan Galeria Mall ke utara arah kampus UGM kira-kira 50 meter, setelah pertigaan pertama, belok kiri dan kemudian belok kanan, di ujung pertigaan terlihat jelas warung dengan kombinasi warna cat kuning dan biru, yang selalu ramai dengan kendaaraan parkir baik motor maupun mobil, berjejer memenuhi hampir sebagian badan jalan, terutama di jam makan siang, di situlah Lotek Sagan Bu Bagyo berada.

Ada sedikit keunikan kala kita makan di lotek sagan, adalah pemesanan yang dilakukan di sebuah meja kecil, sebelah pintu masuk warung, disitu seorang ibu berambut pendek berkacamata, dengan sabar akan melayani pemesanan sekaligus pembayaran dengan membagikan potongan kertas kecil untuk mencatat nama dan pesanan, kemudian sambil menunggu pesanan diantar, kita akan dihibur oleh ramainya para pelayan yang sibuk berteriak-teriak meng-absen nama pemesan, sambil berkeliling dengan piring dan gelas di tangan, mencari meja dimana si pemesan berada, jadi bukan berdasar nomer meja.

Kadang-kadang kita harus bersiap terganggu, saat telinga merasa pekak dan kaget saat sang pelayan berteriak tepat di samping telinga kita, selain itu kita juga harus selalu rajin menyimak nama-nama yang dipanggil selama menunggu pesanan, karena seringkali terjadi kekeliruan saat ada 2 atau 3 nama yang sama, sehingga pesanan yang datang bisa berbeda dengan apa yang kita mau, karena mungkin pesanan itu milik orang lain yang memiliki nama sama.

Salah satu cerita yang benar-benar terjadi, adalah ketika saya dikagetkan saat si pelayan berteriak sambil membawa 2 buah piring lotek dan memanggil nama “Tom Cruise….!!!! Haloo Mas Tom Cruise..!” Sontak seluruh pengunjung saling melihat dan mencari-cari dimana Tom Cruise berada, ternyata, si mas yang duduk di meja paling pojok di sisi luar warung bukanlah Tom Cruise yang sebenarnya, dan para pengunjung pun tertawa, selidik punya selidik ternyata si mas ini memutuskan menggunakan nama samaran, karena namanya sering sama dengan banyak orang, sehingga untuk memudahkan, maka si mas menggunakan nama alias saat melakukan pemesanan, dan nggak tanggung-tanggung, dijamin nama Tom Cruise tak ada yang menggunakan di kota Jogja.

Lotek Sagan, selain enak, murah juga selalu meriah, semeriah para pengamennya yang berkeliling dengan sopan, mulai dari pengamen tradisional, seorang Bapak yang menyanyikan lagu-lagu tradisional Jawa dengan alat music Siter yang membuat hati semakin terasa ayem, sampai dengan pengamen yang membuat udara didalam warung semakin gerah, yaitu pengamen banci yang rutin menghadirkan lagu-lagu dangdut koplo, dengan dandanan heboh yang mengundang gelak tawa.

 

Kontributor Foto & Tulisan : M. Riza Perdana kusuma

 

Leave a Comment

0/5

https://indonesiaheritage-cities.org/