Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

MASJID JAMI KEBON JERUK, JEJAK PENYEBARAN ISLAM DARI CINA

Letak masjid ini di pinggir jalan Hayam Wuruk, Taman Sari, Jakarta Barat. Sehingga tak sulit mencari salah satu masjid tertua di Jakarta ini.  Masjid Jami Kebon Jeruk namanya. Masjid yang dibangun tahun 1786 M oleh Chau Tsien Hwu awalnya dari sebuah surau yang hampir roboh. Chau Tsien Hwu adalah pemimpin muslim Cina di Batavia yang datang bersama istrinya Fatima Hwu. Maka tak heran  ciri khas arsitektur Tionghoa melekat pada Masjid Jami Kebon Jeruk. Salah satunya dapat dilihat dari kubah asli masjid yang yang sangat memperlihatkan arsitektur Cina, yakni bentuk-bentuk lengkung ke dalam yang lazim dijumpai pada atap-atap bangunan Cina umumnya.
Tak hanya itu, di bagian pojok komplek masjid juga terdapat dua makam Tionghoa, menurut  Nur Iman,salah satu pengurus Masjid penghuni makam tersebut masih memiliki tali kerabat dengan para pendiri masjid. Makam itu sendiri saat ini dipagari oleh tembok, sedangkan untuk akses masuk tersedia sebuah pintu besi.
Pada batu nisan makam terdapat tulisan Cina, yang menyebutkan nama orang yang dikubur yaitu, Fatimah Hwu, selain itu di batu nisan tersebut juga tertulis angka dalam tulisan Arab yang menyebutkan tahun 1792, angka tersebut, menurut Nur Iman, kemungkinan merupakan tahun meninggal Fatimah Hwu. Sementara nama penghuni makam lainnya tidak dapat diketahui. Pasalnya, batu nisan makam tidak bernama.

Masjid Jami Kebon Jeruk memiliki luas 10 x 10 m2. Ruang ibadah utama berukurn 11,5 x 6 x 2,5 meter. Masjid ini telah mengalami renovasi beberapakali seperti tahun 1950 dimana dibuat perluasan pada keempat sisi masjid, tahun 1974 dilakukan perbaikan pada bagian-bagian yang rusak. Renovasi juga dilakukan pada tahun 1983 s/d 1986 dan terahir tahun 1998.

Kini setelah sekian ratus tahun berdiri, Masjid Jami Kebon Jeruk  selalu di padati oleh jamaah dari berbagai daerah, bahkan muslim dari berbagai negara pun mudah kita jumpai di sini. Mereka semua laki-laki, rata-rata berjenggot, mengenakan baju koko, surban atau peci putih, dan celana mereka tidak ada yang menutupi mata kaki. Banyak juga yang memakai baju panjang sampai ke lutut, tasbih yang selalu berputar di tangan dan aroma minyak cendana dan kasturi, begitu kuat menyebar keseluruh ruangan.

Jemaah di Masjid Kebun Jeruk ini di kenal dengan sebutan jamaah tabligh, mereka selalu rutin dan khusuk mendengarkan ceramah setiap habis shalat maghrib. Jemaah terdiri dari berbagai profesi, seperti pimpinan pondok pesantren, bupati, pedagang kaki lima, pengusaha muda, mantan preman, mahasiswa hingga artis pun ada yang menjadi jamaah di sini. Gito rollies misalnya, semasa hidup sering terlihat mengikuti kegiatan di masjid ini.

Di bulan Ramadhan seperti saat ini, para pengurus masjid menyelenggarakan acara buka puasa dan sahur secara gratis. Karenanya, jumlah jamaah masjid setiap harinya di bulan Ramadhan bisa mencapai 300 orang.
(NURAKHMAYANI)

Teks&Foto: Berbagai Sumber

Leave a Comment

0/5

https://indonesiaheritage-cities.org/