Dalam Rangka Puncak Kegiatan Hari Kesetiakawanan Nasional (HKSN) 2014 yang dipusatkan di Kota Jambi dan akan dihadiri Presiden RI –Ir.H.Joko Widodo dan sejumlah dan Para Gubernur se Indonesia,Penulis /Direktur Eksekutif Lembaga Swadaya Masyarakat –Kelompok Peduli Suku Anak Dalam Budhi VJ Rio Temenggung dan pengalaman Nurul Anggraini Pratiwi Mahasiswi Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial (STKS) Bandung-Jawa Barat asal Merangin Jambi dirangkum dalam tulisan / artikel tentang Komunitas Adat Terpencil-Suku Anak yang mendiami kawasan hutan Taman Nasional bukit 12 Propinsi Jambi dan disejumlah kantong kantong pemukiman suku anak dalam disejumlah kawasan hutan dalam Propinsi Jambi.
Pada dasarnya Penduduk di Propinsi Jambi dapat dibedakan atas dua kelompok yaitu penduduk asli dan penduduk pendatang,yang disebut penduduk asli ialah penduduk yang telah hidup menetap secara turun temurun sejak ratusan ribu tahun yang lalu hingga saat ini.
Suku Melayu terbagi dua yakni Proto Melayu dan Dentro Melayu,yang termasuk pada Proto Melayu adalah Suku Kerinci,Suku Batin dan suku Bajau,sedangkan Dentro Melayu terbagi lagi atas Suku Melayu Jambi,orang Penghulu dan orang Pindah.Untuk suku pSendatang yakni mereka yang dating kedaerah jambi,mereka berasal dari suku suku bangsa yang ada di nusantara termasuk orang orang asing yang berasal dari berbagai Negara,suku pendatang itu dapat kita kelompokkan menjadi suku pendatang dari berbagai suku di nusantara dan orang orang asing yang menetap di Propinsi Jambi dan diantaranya telah melakukanpernikahan dengan penduduk propinsi Jambi..
Suku anak dalam ( Kubu ) merupakan salah satu suku asli yang ada di Propinsi Jambi,,keterangan yang pasti asal usul kedatangan nenek moyang suku kubu belum ditemui secara tertulis,pendapat para ahli dan sejarahwan ada yang menyebutkan bahwa suku ini berasal dari peercampuran antara suku Wedda dan suku Negrito yang kemudian disebut suku Weddoid,pendapat ini didasarkan pada cirri cirri pisik suku anak dalam yang memiliki kesamaan dengan suku Negrito dan Weddoid,cirri yang bersamaan itu antara lain Kepala berbentuk sedang(kecil),posisi mata agak menjorok kebelakang,kulit sawo matang dan umumnya warga suku anak dalam berambut keriring (ikal,berombak dan hitam legam)
Cerita yang dituturkan dari mulut kemulut dan dipercayai oleh sebagian besar suku anak dalamdi pedalaman Taman Nasional Bukit Dua Belas dan suku anak dalam yang hidup dikawasan Hutan Kabupaten Merangin, Bungo,Tebo dan sebagian suku anak dalam yang bermukim di kawasan Bathin VIII, Sarolangun menyebutkan nenek moyang mereka berasal dari Kerajaan Pagaruyung di Sumatera Barat.Dikisahkan pada zaman dahulu kerajaan Pagaruyung mengirimkan tentara bala bantuan untuk kerajaan Melayu Jambi yang saat itu sedang mendapat ancaman dari temtara kerajaan lain.
Puluhan orang bala tentara kerajaan pagaruyung diberangkatkan ke Kerajaan Melayu Jambi, setelah menempuh perjalanan yang sangat jauh melewati hutan belantara dan menyeberangi puluhan sungai sungai besar tentara Pagaruyung terpaksa menghentikan perjalanan karena mereka kehabisan bekal dalam perjalanan, saat itu mereka berpikir tidak mungkin untuk kembali kepagaruyung,karena perjalanan masih sangat jauh, dan mereka khawatir jika mereka kembali mereka akan mendapat hukuman dari kerajaan. Untuk melanjutkan perjalanan ke Jambi mereka sudah tidakmampu karena kehabisan bekal,setelah mengalami berbagai pertimbangan akhirnya mereka memutuskan untuk hidup mengembara di dalam hutan hutan belantara jambi.
Sampai saat ini keturunan mereka banyak menyebar terutama di kawasan Jambi wilayah barat, Versi lain mennyebutkan mereka berasal dari Tentara Kerajaan Melayu Jambi yang tidak dapat mempertahankan wilayahnya dari serangan musuh,tetapi mereka pantang menyerah kepada musuh,mereka berprinsip lebih baik mengubukan diri(bertahan) di dalam hutan dari pada menyerah kepada musuh.
Sebagai salah satu suku tertua yang ada di Jambi Suku anak dalam dewasa ini terbagi atas dua kelompok besar yakni suku anak dalam yang masih mengembata (nomaden) dan suku anak dalam yang telah diberdayakan dan hidup menetap di berbagai kawasan pemukiman yang dibangun oleh Pemerintah dan sejumlah organisasi masyarakat termasuk lembaga swadaya masyarakat.
Bagi suku anak dalam yang telah menetap,mereka telah mengalami perubahan polan hidup,mereka tidak lagi melaksanakan ritual Besale, tidak melangun(Nomaden) mereka telah mengenal kebudayaan luar seperti bercocok tanam,berpakaian dan beragama.
Dulu suku anak dalam dikesebut sebagai suku kubu,dan untukmemperhalus penyebutan panggilan kubu dirubah menjadi suku anak dalam, sebagian yang lain menyebut diri sebagai orang rimbo,pengertian suku anak dalam awalnya berasal dari istilah”Peranakkan yang dalambahasa melayu Palembang berarti”Rakyat” sedangkan dalam berarti kata dasar dari Pedalamamn,dan kedua kata itu berarti “Rakyat Pedalaman”
Suku anak dalam ini hingga saat ini masih banyak kita jumpai di daerah Bungo,Tebo,Sarolangun,Merangin,Batanghari, Muara Jambi, khusus untuk suku anak dalam yang berada di Kabupaten Sarolangun dan Kabupaten Merangin mereka banyak bermukim di lokasi Pangkal Bulian, Kejasung besar, Makekal.,Air ban Air Hitam Teleh, Serampas, Telentam, Air Liki ,Rantau kermas ,Tanjung, Limbur tembesi, Menelang, Sipintun, Sungai Rasau,Singkut, Arai dan Lubuk bedorong.
Kondisi social dan kebudayaan suku anak dalam yang hidup diluar hutan saat ini telah mengalami perubahan dan peregeseran dari kebudayaan tradisional memasuki peradaban baru, beberapa warga telah menikah dengan masyarakat di luar kelompok mereka, warga suku anak dalam juga telah mengenal dunia modern dan tekhnoligi informasi.
Suku kubu atau lebih dikenal dengan suku Kubu (orang rimba ) suku memiliki potensi kebudayaan dan seni yang uniek dan spesik,masyarakatat suku anak dalam di kawasan propinsi Jambi memiliki kesenian dan kebudayaan trafisional dan memiliki bahasa tersendiri yang disebut bahasa kubu.
Sumber : Budhi Vrihaspathi Jauhari & Nurul Anggraini Pratiwi