Memasuki Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah, wisata kuliner benar-benar bisa dilakukan dengan cara “berwisata”. Hanya dengan menyusuri jalan berkelok, naik turun, dan berjarak sekitar 10 kilometer dari alun-alun, setiap pengunjung barulah dapat menikmati hidangan yang menjadi andalan kabupaten ini, yaitu brongkos kikil tembarak.
Sesuai dengan namanya, brongkos kikil ini memang seolah berpusat di Desa Menggono, Kecamatan Tembarak. Di tempat ini, sembilan warung yang menyajikan hidangan tersebut acapkali menjadi tujuan para pendatang.
“Pengunjung dari luar kota ini cenderung mendominasi, lebih banyak daripada warga asal Kabupaten Temanggung sendiri,” ujar salah seorang pemilik warung brongkos kikil, Ny Pujo Handoko (55). Pengunjung dari luar kota di antaranya berasal dari Wonosobo, Magelang, Semarang, Yogyakarta, bahkan Jakarta.
Sejatinya, sensasi kelezatan brongkos kikil haruslah sepadan dengan usaha mendapatkannya yang harus menempuh jarak berkilometer. Bagi penyuka wisata kuliner, brongkos ini adalah variasi lain dari menikmati kelezatan daging kambing selain sate atau tongseng.
Dalam masakan brongkos, pengunjung berkesempatan menyantap kepala dan kaki kambing, berikut semua organ yang melekat. Dalam masakan berkuah santan berwarna merah itu kita bisa tanpa sengaja mencicipi berbagai bagian tubuh kambing, seperti lidah, daun telinga, atau mata.
Kendati agak ngeri membayangkannya, masing-masing organ kambing dalam masakan brongkos ini ternyata memiliki penggemarnya sendiri. “Ketika organ yang digemarinya habis, pengunjung biasanya akan merasa kecewa,” ujar Ny Pujo, pemilik warung Pak Pujo, warung brongkos kikil pertama di Kecamatan Tembarak.
Sebagai warung brongkos pertama di sana, ternyata awalnya, Sudarwati, nama gadis Ny Pujo, mendapat resep masakan brongkos dari tetangga. “Dari penuturan beberapa tetangga, rasanya akan kurang enak kalau bahan baku diganti dengan kikil sapi,” jelas Ny Pujo. Karena itu, sejak awal dia selalu menggunakan daging kambing.
Tiga jam
Pembuatan masakan ini memakan waktu sekitar tiga jam, diawali dengan membakar kepala dan kaki kambing hingga setengah matang. Selanjutnya, barulah dua bagian itu dipotong-potong, dicuci, dan direbus selama satu jam. Setelah itu, bagian tulang diambil dan berikutnya dimasak dalam kuah santan.
Untuk kuah brongkos, Ny Pujo mengatakan, tidak ada bahan-bahan yang istimewa karena yang dipakai sama dengan resep racikan kari, yaitu antara lain bawang merah, bawang putih, sereh, dan cabai merah.
“Hanya saja, agar lebih sedap dan unik, dalam masakan ini juga saya tambahkan jahe agak banyak,” terangnya.
Seberapa banyaknya jahe, Ny Pujo sendiri enggan menyebutkan karena itu merupakan resep rahasianya. Namun, yang jelas, setelah dimasak selama satu jam, rasa dan bau jahe yang khas terasa demikian kental. Aroma dan rasa yang hangat makin menguatkan cita rasa masakan.
Dengan bahan dasar kepala- kaki yang dipakainya, masakan ini jelas juga menonjolkan rasa lemak yang kuat. Paduannya bersama bumbu memberikan sensasi gurih yang melekat di mulut.
Dalam kuah santan, Ny Pujo juga biasa memasukkan otak kambing yang dibungkus dengan daun pisang batu. Penggunaan daun pisang batu ini membuat otak tidak akan hancur ketika direbus seraya masih dapat menyerap rasa racikan bumbu.
Saat dihidangkan, daun pembungkus otak akan dibuka dan dihidangkan tersendiri. Harga satu bungkus otak adalah Rp 2.000.
Mangkuk besar
Kepala, kaki, serta beragam organ lainnya dari kambing biasanya akan dihidangkan menjadi satu dalam satu mangkuk besar. Untuk menikmati hidangan ini, pengunjung cukup membayar Rp 15.000 per porsi.
Selain nasi, Ny Pujo biasanya juga menyertakan hidangan ini dengan sambal tomat semangkuk besar. Agar lebih sedap, beberapa pengunjung terkadang juga menambahkan kecap ke dalam brongkos, sesuai selera.
Setiap harinya, 15 pasang kepala-kaki kambing habis dalam sehari. Pada pagi hari, Ny Pujo memulai aktivitasnya dengan berbelanja dan memasak hingga pukul 09.00. Hidangan brongkos kikil sendiri baru akan siap sekitar pukul 11.00.
Kendati demikian, Ny Pujo selalu membuka warungnya pada pukul 06.00. “Saat brongkos kikil belum matang, para pengunjung kami persilakan menikmati hidangan lain terlebih dahulu,” terangnya. Hidangan yang dimaksud adalah beragam sayur dan lauk-pauk seperti ikan lele atau tongkol goreng.
Tentu saja bukan masakan “lain” itu yang dicari. Terbukti, warung Pak Pujo baru ramai pada jam saat makan siang, di atas pukul 11.00. Pada jam-jam itulah warga berbagai kota biasa datang, menikmati rasa gurih, hangat, dan penuh lemak, khas brongkos kikil.
nasional.kompas.com