Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Kemenpar Sukses Gelar Seabad Pariwisata Budaya Bali

Kementerian Pariwisata (Kemenpar) menggelar Simposium dan Pertunjukan Seabad Pariwisata Budaya Bali di Balairung Susilo  Soedarman Gedung Sapta Pesona, Kemenpar, 28 Januari 2017. Deputi Kelembagaan Kemenpar Ahman Sya mengatakan bahwa acara ini adalah rangkaian dari perhelatan akbar Kemenpar Festival Indonesia Festival (Festinfest) yang digelar sejak tanggal 26 Januari yang lalu. Simposium dilaksanakan sejak pukul 13.00-15.00 dan pertunjukan meriah dilaksanakan pada pukul 15.30 hingga 17.00.

”Terima kasih kepada semua pendukung, acara ini sangat menarik dan berjalan lancar. Ini semua hasil kerjasama Lembaga Kajian Indonesia UI,  Festinfest dan Kemenpar,” ujar Ahman, Sabtu (28/1). Ahman menambahkan, dalam rangka memperingati seabad pariwisata Bali, yang mulai terorganisir secara khusus sejak  akhir 1920 an, dengan magnet pesona budayanya, maka dari itu  acara simposium tentang Pariwisata Budaya sangat cerdas untuk dilaksanakan.

”Interaksi antara yang lokal dan yang global, serta respon kreatif dengan kehadiran watak baru pariwisata, menjadi tema menarik untuk merefleksikan arah dari Pariwisata Budaya,”ujar pria yang meraih pendidikan S2 di Belgia itu.  Dalam acara simposium hadir Ketua Lembaga Kajian Indonesia : Lily Tjahyandari PhD, simposium tentang Desa Adat Geria Kauh, Dude juga digelar dengan pembicara Dr. L.G. Saraswati Putri dari Universitas Indonesia, I. Wayan Beratha S.Pd dari Ketua Desa Adat Geriana Kauh, Selat Karangasem.

Hadir juga Bulan Trisna Djelantik yang membawakan Legong Sampek Engtay,  Keni Soeriaatmadja(Koreografer  Legong Sampik Engtay), Staf ahli Kebudayaan Menko PMK Gaura Mancacarita, Direktur Jaringan Kota Pusaka Indonesia Asfarinal, Wakil Bupati Karangasem, Asdep Kebudayaan Lokot Ahmad End, Deputi Pengembangan Destinasi Kemenpar dan Kadis Pariwisata Provinsi Bali.

Dalam acara tersebut juga digelar pertunjukan Legong Sampek Engtay. Sanggartari Ayu Bulan, Glokalisasi Pariwisata Desa Adat DUDE, Selat Karangasem Bali. ”Bali dikenal sebagai destinasi utama wisata dunia. Sejak bersentuhan dengan tradisi perjalanan pada tahun akhir 20 an, lebih seabad Bali menjadi laboratorium sekaligus ruang praktek dunia wisata. Sejarah wisata selalu terkait dengan pengalaman Bali, demikian pula sebaliknya, perkembangan budaya Bali merespon secara kreatif dunia pariwisata. Maka dari itu Bali terus menarik bagi pariwisata Indonesia,” ujarnya.

Kata Ahman, acara ini sangat penting dilaksanakan karena sejak bangkitnya pariwisata moderen seabad yang lalu, terjadi pergeseran dramatis tentang  pariwisata sebagai gaya hidup dan kebutuhan dasar. Pariwisata bukan semata mata sebagai aktivitas “rekreasi” untuk mengisi waktu luang, tapi merupakan tindakan  “kreasi” itu sendiri. Sementara secara substansial, terjadi transformasi dari ” sadar wisata” kearah  “wisata sadar.”

”Desa kini menjadi daya tarik dan sasaran kunjungan. Banyak desa berbenah diri dan warganya menyesuaikan untuk menerima kehadiran yang lain. Jika di kota diciptakan amenitas dan dibuat festival baru, maka di desa;  festival dan gaya hidup lama, ditemukan kembali,”beber Ahman.Maka dari itu, di acara kemarin diadakan Glokalisasi Pariwisata dengan menghadirkan Desa Adat DUDE, Selat Karangasem Bali. Desa Dude, Selat Karangasem Bali, merupakan daerah pertanian yang terletak di lereng Gunung Agung. Mayoritas penduduk bertani dan bekerja sebagai pemahat batu.

Desa ini bukanlah desa wisata, dan relatif tak tersentuh dengan industri pariwisata.Apa yang nenarik dari desa ini, adalah kemampuan belajar dan kesediaan untuk membuka diri. Melewati pengalaman panjang Revolusi hijau di pertanian,  penyeragaman padi dan turunnya kualitas lingkungan; tiba tiba desa ini membalik diri. Sementara itu, dalam pertunjukan ditampilkan Legong Sampek Engtay. Maestro Ayu Bulan Trisna bersama sanggar tarinya unjuk gigi di Kantor Kemenpar tersebut. Sekadar informasi, Ayu Bulan merupakan ikon  bagi seni pertunjukan Indonesia.  Enam puluh tahun berkarya secara terus menerus dalam tradisi legong, menjadikan satu satunya seniman yang secara sadar, meletakkan diri dan tubuhnya sebagai laboratorium sejarah tari klasik dan kontemporer.

Sejak umur  sepuluh tahun tampil di istana, dan seterusnya tampil di berbagai istana dunia, menjadikan dirinya sebagai ikon  pencitraan legong, sekaligus bayangan eksotisme budaya Bali.Legong Sampek Engtay merupakan penjelajahan baru mereka, yang memperoleh apresiasi dan penghargaan utama di Tiongkok dan berbagai negara lain.”Dua pengalaman seni pertunjukan Bali, baik yang wali, wewali dan bebalian — dari yang sakral hingga yang profan, menjadi penanda hubungan antara budaya dan pariwisata,”kata Ahman menjelaskan dengan ciamik.

nasional.indopos.co.id/Image rri.com

Leave a Comment

0/5

https://indonesiaheritage-cities.org/