Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Manfaat Kota Pusaka bagi warga Vigan

Vigan merefleksikan perpaduan unik dari desain dan konstruksi bangunan Asia dengan arsitektur dan tata kota kolonial Eropa.

Arsitektur kolonial Spanyol abad 18-19 bisa kita saksikan di Vigan, Filipina utara, yang masuk dalam Daftar Pusaka Dunia pada 1999 sebagai Kota Bersejarah Vigan. Laporan Komite Pusaka Dunia sesi ke-23 menyatakan bahwa ‘Vigan, yang didirikan pada abad ke-16, adalah contoh tata kota kolonial Spanyol di Asia yang paling terpelihara. Arsitekturnya merupakan perpaduan unsur-unsur budaya Filipina, Cina dan Eropa seingga tercipta budaya dan lanskap kota yang unik tanpa ada bandingannya di Asia Timur dan Asia Tenggara.’ Selanjutnya, ‘Vigan merepresentasikan perpaduan unik desain bangunan dan konstruksi Asia dengan arsitektur dan tata kota kolonial Eropa. [Ini adalah] contoh kota dagang Eropa yang sangat utuh dan terpelihara dengan baik di Asia Timur dan Asia Tenggara.”

Vigan berada di utara Luzon, pulau terbesar dan terpadat di Filipina, 480 km di barat laut Manila. Kota ini pernah menjadi pelabuhan sungai yang langsung menuju Laut Cina, sebuah faktor geografis yang memberi pengaruh dan kemakmuran selama era kolonial Spanyol (1521–1898) saat Vigan menjadi kota terpenting ketiga di koloni tersebut. Namun, aktivitas pelabuhan terhenti ketika sungainya tertimbun lumpur dan tidak dapat dilayari lagi. Meski demikian, kota ini tetap menjadi pusat pertanian dan perdagangan penting bagi wilayah Filipina utara.

 

 

Perdagangan silang Mestizo

Penduduk setempat dan para pengunjung menggambarkan Vigan sebagai ‘tempat yang tiada duanya’, keunikannya terletak pada lanskap kota bersejarah, perpaduan eksotis arsitektur dan urban Asia, Eropa, dan Amerika Latin, perpaduan yang merupakan warisan tak berwujud dari masyarakatnya. Kota-kota di Filipina umumnya hancur sebagian besar akibat Perang Dunia Kedua, namun Vigan selamat dari kehancuran, struktur pusaka tetap berjejer di jalan-jalan sempit di distrik Mestizo yang juga dikenal sebagai Kasanglayan (kawasan Cina).

Sungai Mestizo menjadi pusat ekonomi pada sepanjang abad 18-19 ketika kapal-kapal laut masih bisa berlabuh di deltanya. Kini sungai tidak lagi dapat dilayari dan Vigan kehilangan ekonomi maritimnya, sepanjang hari-harinya sebagai pusat ekonomi maritim, pelabuhan Vigan memperdagangkan produk lokal dengan barang yang datang langsung dari Tiongkok. Dari tahun 1585 hingga 1815, Vigan berpartisipasi dalam perdagangan galleon Manila-Acapulco dengan memasok kain tenun tebal untuk digunakan sebagai layar semua galleon yang melintasi Samudra Pasifik, membawa rempah-rempah dan karya seni religius dari Filipina, serta porselen dan sutra Cina ke Acapulco di Meksiko dan akhirnya ke Spanyol.

 

 

Ley de las Indias

Arsitektur dan tata kota Vigan mencerminkan pengaruh asing akibat hubungan perdagangan sebelumnya dengan Cina, Meksiko, dan Spanyol. Tata letak jalan Vigan mengikuti pola kotak-kotak dengan jalan lurus yang berpusat di alun-alun seperti yang diatur oleh Ley de las Indias, undang-undang abad 17 yang dikeluarkan oleh Raja Philip II dari Spanyol, mendiktekan prinsip tata kota untuk diikuti oleh semua kota baru yang dibangun di Kerajan Spanyol. Konsentrasi arsitektur bahay na bato (rumah batu) terbesar di Filipina ada di Distrik Mestizo, di mana perpaduan tradisi lokal dengan kolonial Filipina, Cina dan Spanyol, masih dapat ditemukan. Namun, menarik untuk dicatat bahwa nama distrik tersebut bukan berasal dari keluarga Filipina-Spanyol melainkan dari keluarga kaya keturunan Filipina-Cina yang tinggal di sana,  yang merupakan mayoritas.

Terlepas dari pengaruh Kristen-Latin pada budaya lokal, pola kehidupan sehari-hari, praktik bisnis, dan arsitektur semuanya mencerminkan pengaruh besar etika dan tradisi Cina yang mengandung nilai-nilai berhemat, kerja keras, dan kewirausahaan. Mengikuti tradisi gaya hidup Cina, pengusaha Vigan menjalankan bisnis mereka di lantai dasar rumah, sebagai kantor dan gudang. Tempat tinggal keluarga selalu berada di lantai atas area kerja, mengikuti tradisi rumah toko di kota-kota Asia lainnya seperti Penang, Pekalongan, Singapura, dan area Bangkok yang lebih tua.

Semua rumah di distrik Mestizo merupakan ciri khas zaman penjajahan Spanyol. Arsitekturnya berasal dari pedesaan bahay na nipa (rumah nipa atau Nipa fruticans, anyaman daun palem untuk atap), tempat tinggal satu kamar yang dibangun dari bahan anyaman ringan (kayu, bambu, dan ilalang nipa), ditinggikan dari tanah, di atas panggung, untuk ventilasi dan untuk perlindungan dari banjir musiman.

Bahay na bato yang ditemukan di distrik Mestizo merupakan perkembangan dari bahay na nipa. Terdiri dari dua lantai, tertutup rapat dengan dinding batu atau bata di permukaan tanah dan dilindungi oleh pintu kayu yang berat dan jendela agak kecil dengan kisi-kisi. Lantai dua dibangun sepenuhnya dari kayu. Atap curam dari genteng terakota memanjang agak jauh dari dinding untuk melindungi dari hujan dan matahari. Di beberapa bangunan, garis atap sedikit melebar, pengaruh Cina. Dinding luar tempat tinggal keluarga di lantai dua ditutup dengan panel jendela geser dari cangkang kapis (Placuna plasenta) yang datar dan tembus cahaya yang dibingkai dengan kisi kayu, mengingatkan pada panel shoji di rumah-rumah Jepang. Saat panel dibuka, tidak ada lagi dinding guna memasukkan udara dan cahaya matahari, berbeda dengan dinding batu yang menutup sejak dari permukaan tanah. Detail arsitektur Bahay na bato secara harmonis menggabungkan semua pengaruh Filipina, Cina, Spanyol, dan Meksiko dengan terampil disesuaikan dengan cuaca tropis dan gaya hidup Filipina. Dibangun dari bahan yang sama, dengan proporsi dan detail arsitektur yang serupa, fasada rumah Vigan berupa dinding lebih kokoh di sepanjang kedua sisi jalan sempit, sebuah pemandangan jalan yang merupakan ciri khas kota-kota kolonial Spanyol di Filipina, yang kini masih bertahan di beberapa kota.

 

Datangnya Pengakuan

Pusaka Vigan tidak diakui sampai saat proses pencalonan Daftar Pusaka Dunia memberi otoritas kepada kota, penduduk dan organisasi non-pemerintah untuk melindungi warisannya. Pemerintah kota mengesahkan Ordonansi yang Memberlakukan Pedoman Pelestarian dan Konservasi untuk Rumah Adat Vigan, menetapkan batas-batas zona lindung di dalam properti bersejarah dan memberikan klausul untuk perlindungan bangunan bersejarah. Peraturan No. 12 dan 14 diberlakukan tahun1997, masing-masing menetapkan zona inti dan penyangga kota bersejarah, dan memberi pedoman untuk konservasinya. Pada tahun 1995, Ordonansi No. 5 mendefinisikan kembali batas-batas properti dan zona penyangga. Pengesahan Ordonansi No. 4, tahun 2000, memberlakukan pedoman pelestarian dan konservasi rumah adat Vigan.

Apa yang telah terjadi di Vigan setelah memperoleh status Pusaka Dunia pada tahun 1999 adalah sebuah kisah sukses, sehingga skeptisisme parah dan penolakan terhadap pelestarian pusaka kota tumbuh menjadi pemahaman tentang pusaka sebagai sumber daya pembangunan, yang hingga saat ini kurang dimanfaatkan oleh masyarakat. Kesadaran ini mengilhami penduduk semua sektor untuk menghargai dan melestarikan warisan mereka. Vigan hari ini menunjukkan bagaimana jika warisan dilestarikan dengan benar bisa menjadi penggerak kuat bagi pembangunan ekonomi dan sosial.

Undang-Undang Pusaka Budaya Nasional Filipina (RA 10066) yang diberlakukan pada tahun 2009 mendorong pembentukan Zona Pusaka, namun orang Filipina cenderung melihat contoh asing untuk inspirasi, tak menyadari bahwa Vigan berdiri sebagai contoh sukses dari Zona Pusaka yang telah mencapai kemakmuran ekonomi melalui masyarakat berbasis konservasi.

Pada hari-hari awal peningkatan kesadaran warisan di Vigan pada akhir 1980-an, sebagian besar penduduk dan pemerintah lokal menentang konservasi. Beberapa bersikeras, yakin bahwa pelestarian warisan itu dianggap menghambat pertumbuhan properti pribadi, dan akan membuat sosial ekonomi Vigan terbelakang seperti era kegelapan abad 19. Perlawanan berangsur-angsur mereda ketika pemerintah kota menyiapkan dokumen yang diperlukan dan melembagakan undang-undang perlindungan dan zonasi yang diperlukan untuk nominasi Pusaka Dunia. Ditunjukkan kepada komunitas yang tidak yakin bahwa undang-undang yang disyaratkan oleh Pusaka Dunia itu tidak lebih ketat daripada undang-undang yang telah berlaku untuk melindungi pusaka. Setelah undang-undang pusaka lokal disusun, disampaikan kepada penduduk dalam serangkaian konsultasi publik, akhirnya berhasil disahkan setelah melalui banyak perdebatan. Pengakuan Daftar Pusaka Dunia akhirnya datang pada 1999, dan acara pengukuhan menarik perhatian nasional ke arah Vigan.

 

Bed & Breakfast serta inisiatif lainnya

Vigan hari ini memiliki energi yang tidak dimilikinya sebelum menjadi kota Pusaka Dunia. Sebelumnya, Vigan tampak sepi bahkan di siang hari. Aktivitas komersial melambat padahal Vigan pernah menjadi pusat dagang regional, tetapi aktivitas komersial berpindah ke kota Laoag di provinsi tetangga.

Hari-hari gelap di jalan-jalan kosong Vigan di mana rumah-rumah adat yang tidak berpenghuni menjulang di kedua sisi jalan sempit kini telah berlalu. Daftar Pusaka Dunia telah mengubah semua itu. Vigan kini semarak. Sejumlah rumah pusaka direnovasi sebagai hotel atau perusahaan komersial, yang mengarah pada kemajuan dalam industri konstruksi, menghidupkan kembali kebutuhan akan kerajinan dan keterampilan tradisional seperti pertukangan, ukiran, pembuatan furnitur, batu dan besi yang dulunya keluar dari permintaan pasar selama beberapa generasi.

Rumah adat yang sebelumnya tertutup sekarang memiliki kehidupan baru sebagai Bed & Breakfast, toko atau tempat usaha. Banyak restoran baru yang dibuka dan kini dengan bangga menyajikan masakan lokal asli, padahal sebelumnya masakan lokal hanya disajikan di rumah karena dianggap terlalu ‘biasa’ bagi pengunjung. Seorang penjaja makanan dan seorang pengemudi andong yang saya ajak bicara di Vigan Plaza, keduanya mengatakan kepada saya bahwa sejak tercantum dalam Daftar Pusaka Dunia, bisnis mereka telah meningkat dan bahwa mereka bangga menjadi bagian dari kota dan sedikit demi sedikit melakukan pelestarian warisannya karena merupakan bagian dari mata pencaharian mereka.

Pelajaran yang dapat dipetik dari para pengusaha yang rendah hati ini adalah bahwa untuk mendorong masyarakat agar menghargai pusaka mereka, warisan ini harus bermanfaat bagi mereka dan meningkatkan taraf hidup mereka. Pusaka memang merupakan sumber daya penting untuk pengembangan masyarakat, dan karena berdampak positif pada kehidupan lokal, masyarakat akan memiliki andil dengan pemeliharaan yang tepat. Pariwisata, tentu saja, merupakan kekuatan ekonomi utama. Meskipun statistik di Vigan sangat samar, kedatangan pengunjung terus meningkat setiap tahun sejak pengakuan sebagai pusaka dunia. Manfaat ekonomi melampaui sektor pariwisata dan mempengaruhi tumbuhnya kegiatan ekonomi lain bagi masyarakat. Kemakmuran yang dibawa konservasi ke Vigan terlihat jelas bagi pengunjung, dan panorama kemajuan yang dihasilkan dengan mengadaptasi dan menegakkan langkah-langkah konservasi yang ketat memvalidasi keyakinan bahwa Pusaka Dunia dapat digunakan secara positif – sangat kontras dengan keyakinan oposisi terhadap konservasi lebih dari sepuluh tahun lalu.

 

Belajar memanfaatkan pusaka

Vigan adalah kota yang sedang dalam proses belajar bagaimana menggunakan warisan secara positif. Meskipun ada kemajuan, namun masih dalam tahap awal, dengan perencanaan ke depan akan lebih banyak yang dapat dicapai untuk masyarakat. Studi mendalam diperlukan untuk mendokumentasikan pertumbuhan Vigan secara statistik sejak prasasti Pusaka Dunia untuk memandu rencana pembangunan di masa depan.

Vigan adalah contoh baik dari Zona Pusaka yang ditetapkan oleh Undang-Undang Pusaka Budaya Nasional Filipina di wilayah tertentu negara tersebut. Vigan memang telah mendapat keuntungan dari penetapan Zona Pusaka, namun belum mencapai potensi penuhnya untuk menarik lebih banyak peluang yang menghasilkan pendapatan bagi masyarakat setempat.

Kebanggaan lokasi adalah manfaat dari pengakuan Pusaka Dunia. Sejak itu, status Vigan telah ditingkatkan dari munisipal menjadi kota oleh pemerintah nasional semata-mata berdasarkan status pusakanya, tanpa harus memenuhi persyaratan demografis dan ekonomi yang ketat untuk mencapai status kota.

Narasi Warisan Dunia berbunyi: ‘Didirikan pada abad ke-16, Vigan adalah contoh paling terpelihara dari kota kolonial Spanyol yang terencana di Asia. Arsitekturnya mencerminkan perpaduan unsur-unsur budaya dari berbagai wilayah di Filipina, dari Cina dan dari Eropa, menghasilkan budaya dan pemandangan kota yang tidak ada bandingannya di mana pun di Asia Timur dan Asia Tenggara.’

Harus ada tambahan pada narasi itu dengan menyatakan bahwa selain ‘tidak ada bandingannya di mana pun di Asia Timur dan Asia Tenggara’, Vigan adalah kesaksian atas manfaat pusaka bagi pembangunan sosial dan ekonomi.

Sebagai salah satu kegiatan yang direncanakan untuk merayakan HUT ke-40 Konvensi Pusaka Dunia, ICOMOS – Komite Internasional untuk Pariwisata Budaya akan mengadakan Pertemuan Komite Tahunan 2012 dari 5 hingga 10 November di Vigan dengan tema Pariwisata Budaya untuk Pengembangan Masyarakat: Bekerja Menuju Berkelanjutan Pengembangan Pariwisata di Destinasi Pusaka Dunia. [World Heritage • no.65 • October 2012]

Leave a Comment

https://indonesiaheritage-cities.org/