Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Peran dan Fungsi Adat Perlu di Berdayakan

Sungai Penuh, Pemerintah Kabupaten Kerinci dan Pemerintah Kota Sungai Penuh kedepan perlu lebih memberdayakan peran dan fungsi para pemangku adat dan tidak memanfaatkan para pemangku adat alat untuk kepentingan politik baik dalam proses pilkada maupun untuk kepentingan pileg,hal ini dimaksud agar para pemangku adat dapat kembali ke khitah mereka sebagai pemimpin informal di dalam komunitas masyarakat adat yang ada di dalam luhah atau kalbu mereka masing masing.

Hal ini disampaikan Budayawan/Penerima Pin Emas –Anugerah Kebudayaan Tingkat Nasional Budhi.VJ Rio Temenggung pada acara diskusi budaya sabtu malam di Baheun Buleuh Pasar Sore Seleman Danau Kerinci, Menurut aktifis kemanusiaan dan Kebudayaan itu selama berabad abad masyarakat adat di alam Kerinci sangat menghormati dan menghargai peran dan fungsi para Pemangku adat, setiap perintah Depati merupakan sebuah titah yang harus di patuhi oleh warganya,demikian juga peran dan fungsi ninik mamak dan tengganai/anak jantan

Dan dimasa lalu para pemangku adat yang diangkat merupakan orang orang pilihan yang telah mengalami seleksi secara alamiah, dan beliau beliau yang di nobatkan menjadi pemangku adat benar benar menguasai adat dan memahami tugas dan fungsi ,dan bukan semata mata karena sko gilir ganti, memang di daerah kerinci hilir sko dijabat oleh anak betino dan dijalani oleh suami dari anak betino,akan tetapi mereka telah diseleksi secara ketat

Menjawab bentuk pemerintahan di alam Kerinci dimasa lalu,Budhi VJ Rio Temenggung mengemukakan bahwa pada zaman Neolithicum alam Kerinci telah dihuni oleh manusia yang bertempat tinggal yang tetap dengan kegiatan sehari hari melakukan aktifitas bertani di sawah,berladang dan menangkap ikan,mereka memilih bermukim di lokasi dekat dengan air terutama di sepanjang alur sungai.

Sebagian dari tempat pemukiman (dusun)tua berada di daerah selatan alam Kerinci(disekeliling danau Kerinci),sepanjang sungai Batang Merao,Sungai Bungkal dan Batang Air Sangke. Dimasa itu masyarakat hidup dalam komunitas komuitas kecil secara mengelompok,dan mereka membuat rumah sambung menyambung dan rumah bersambung itu dikenal dengan sebutan rumah berlarik, seiring dengan perkembangan rumah berlarik terus berkembang menjadi beberapa buah rumah rumah berlarik dan akhirnya membentuk sebuah duseung(dusun).

Dimasa lalu dalam sebuah pemukiman atau dusun yang dipimpin kepala dusun ditunjuk seorang”pintar” atau orang yang disegani untuk menuntun manusia ke alam ghaib,Kepercayaan ini merupakan sebuah kepercayaan yang dianut oleh suku bangsa Kerinci yang menganut kepercayaan animisme dan dinamisme.

Seiring dengan perkembangan zaman masyarakat suku Kerinci terus tersebar kesegenap penjuru alam Kerinci yang lazim disebut dusun di Kerinci”Siulak meretak hilir,Tamiai merentak mudik” dan di dalam ‘Tambo” Kerinci,pada awalnya dusun dusun itu disebut adanya pemerintahan Sugindo.Fakta Sejarah menunjukkan bahwa Adat Istiadat yang telah dibina oleh para Sugindo-sugindo ini dilanjutkan oleh pemerintahan para Depati di Alam Kerinci.

kata Depati berasal dari kata Adipati dan Adipati merupakan sebuah gelar jabatan yang diberikan kepada seseorang yang dianggap cakap dan disegani,memiliki kharisma yang tinggi.    Gelar Adipati ini ditemukan dalam berbagai catatan yang ada di dalam tambo,diantaranya disimpan oleh Mangku Sukarami Hitam Bandar Inderapura Dusun Koto Teluk Sungai Deras,seperti: Adipati Rajo Mudo,Adipati Simpan Bumi,Adipati Manggalo,Adipati Mudo,Adipati Bandaro Langkat,dll.

Dengan demikian dapat di perjelaskan bahwa Adipati merupakan gelar tertinggi dalam satu kerajaan, orang suku Kerinci memiliki kebiasaan sering menyingkatkan kata sesuai dengan dengan dialeg masyarakat setempat, sehingga gelar Adipati disingkat menjadi Depati.

Disamping Depati, di alam Kerinci dikenal juga gelar sko Arya atau Rio,para Rio rio disebut permenti ( para menteri),disamping itu juga dikenal gelar sko dengan sebutan pemangku,Kelembagaan tersebut dikenal dengan “Sko yang tigo takah”. Pegang berlain lain dan ingatlah masing masing,yang merupakan tanggung jawab dan tugas dari Sko yang tigo takah tadi. Setelah kedatangan Pangeran Temenggung Kebul di Bukit,maka alam Kerinci terbagi atas pemerintahan yang disebut Pemerintahan Depati IV- 8 Helai kain.

Mengutip makalah Drs. Zufran Rahman,M.Ag. Sebagaimana disebutkan didalam literatur tradisional alam Kerinci yang dikatakan Daulah Depati IV-8 Helai kain.Walaupun dikatakan Daulah Depati IV-8 Helai Kain,kekuasaan Depati itu hanya berada di dalam daerah ulayat masing masing atau laim disebut”dalam Pahait sudut empat”,serta dalam ulayat ajun arah masing masing Depati.

Dra.Ina Slamet dalam bukunya yang berjudul Pembangunan masyarakat desa menyebutkan sistim pemerintahan dusun(desa) disebut Demokrasi asli”kata adat”duduk basamo duduk balapang,duduk sendiri duduk bersempit.

Pada masa ini depati IV-8 Helai Kain,serta Depati nan bertujuh,dengan Hamparan Besar Tanah Rawang dan Sanggaran Agung Ujung tanah Khalifah merupakan perlambang adanya satu kesatuan masyarakat dan satu kesatuan adat Kerinci,akan tetapi masing masing Depati tersebut bukanlah berada pada satu pusat kekuasaan Pemerintah,tetapi berada dalam kekuasaan ulayat masing masing,Menurut adat mereka bukanlah mengurus anak kemenakan ulayat atau daerah lain,Seperti kata adat”tidak boleh anak orang diperanak, artinya mereka mengurus daerah masing masing (otonomi asli)

Kesatuan kelembagaan Depati IV-8 Helai Kain,Depati nan Bertujuh.Pegawai Rajo,Pegawai Jenang,suluh bindang alam Kerinci adalah Depati IV adalah: Depati Mendaro Langkat di Tamiai,Depati Rencong Telang di Pulau Sangkar,Depati Biangsari di Pengasi dan Depati Batu Hampar di Hiang

Sedangkan Depati VIII Helai Kain Diilir adalah Depati Atur Bumi Di Hiang,.Depati Mudo di Penawar,.Depati Sirah Mato di Seleman dan .Depati Mudo di Rawang. Untuk Depati VIII Helai Kain di di Mudik.Depati Manggalo di Rawang(Depati Niat),.Depati Tujuh di Sekungkung,Depati Kembalo Sembah di Semurup dan Depati Situwo di Kemantan

Sebagai tempat bermusyawarah yang menyangkut masalah Adat di Alam Kerinci terutama kalau ada surat dari luar dan rapat adat Depati IV-8 Helai Kain di pusatkan di Hamparan Besar Tanah Rawang dan untuk tempat memusyawarahkan bidang Politik,Ekonomi,terutama dengan tamu dari Jambi dan empat Helai Kain di laksanakan di Sanggaran Agung yang lazim disebut dengan Ujung tanah Khalifah.

Mengutip hasil penelitian E.J.De Sturler dalam tesisnya Het Grend Gebield van Nederlandsch Oost Indie in Perband met Tracten Spanye,England en Portugal ( 1861) dan di sitir oleh DR. Utrech,SH dalam bukunya”Sejarah Hukum Internasional di Bali dan Lombok,dikatakannya”Daerah Kerinci merupakan kerajaan yang berdiri sendiri Seperti Aceh di Pulau Suatera sebelum kedatangan Belanda.

Pemerintahan Kolonial Belanda yang menjajah alam Kerinci yang dimulai tahun 1903 mempergunakan sistim pemerintahan adat ini sebagai salah satu alat untuk menanamkan rasa cinta masyarakat suku Kerinci terhadap Kolonial Belanda.   Kolonial Belanda membentuk Undang-undang ordonansi tahun 1918(Staat Blaad No 677) dilengkapi dengan Indanche Gemeente ordonansi buitenggewesten(IGOB) tanggal 3 September 1938(Staablaad No 490) yo Stb 1938 No 681) yang berlaku untuk luar Jawa dan Madura,yang diberi bernama peraturan negari di luar Jawa.

Dalam aturan yang dibuat oleh Pemerintahan Belanda ditegaskan bahwa susunan dan hak negeri dan alat negeri sedapat dapatnya diatur menurut kemauan adat.Dalam pasal 8 ditentukan bahwa untuk menjalankan pemerintahan negeri harus ada satu kesatuan negeri

Dari satu kesatuan negeri tersebut,maka di alam Kerinci dari Pemerintahan Depati IV-8 Helai kain(otonomi asli) ini berubah menjadi       pemerintahan Kemendapoan,Pendopo merupakan rumah atau tanah, sebagai pusat pemerintahan beberapa negeri atau dusun.

Perbagian Depati IV-8 Hela Kain merupakan perbagian pusat Kemendapoan,seperti 3 dihilir 4 dengan tanah Rawang ditambah kemendapoan 5 dusun serta tiga luhah tanah sekudung. Berlakunya politik pecah belah Belanda,maka lambang kesatuan kelembagaan Depati IV-8 Helai Kain menjadi terpecah,Sanggaran Agung sebagai tanah khalifah dan Hamparan Besar Tanah Rawang,peran,fungsi dan statusnya semakin lama semakin kabur.

Sejak saat itu masalah adat cukup diselesaikan ditingkat dusun Kemendapoan dan dikenal dengan nama mendaporaads,begitu masalah yang menyangkut dengan antar dusun dan antar suku diselesaikan oleh antar dusun atau antar kemendapoan.

Dengan diberlakukannya Undang=Undang Nomor 5 tahu 1979,tentang Pemerintahan Desa,maka sistim pemerintahan kepala Mendapo yang juga berperan sebagai kepala adat dihapus dan dinyatakan tidak berlaku lagi,dan akibat dari hal tersebut ditengah tengah masyarakat dirasakan disintegrasi adat istiadat dan sangat mempengaruhi setiap orang dan masyarakat.

Daerah alam Kerinci merupakan daerah yang unik,sehingga penanganannya perlu dilakukan secara spesifik dan sebagai saran Kedepan sudah selayaknya Pemerintah Daerah yang ada di alam Kerinci untuk mengkaji ulang pembentukan sistim pemerintahan adat di setiap desa(dusun) ,dan perlu dipertimbangkan untuk mengangkat pemimpin desa dari latar belakang kaum adat paling tidak memahami bahasa adat.

Sumber : Bj. rio

Leave a Comment

0/5

https://indonesiaheritage-cities.org/