Sungai Penuh , Bumi Alam Kerinci (Kota Sungai Penuh dan Kabupaten Kerinci ) dikenal masyarakat luas sebagai puncak andalas pulau Sumatera , dan penduduk asli nya merupakan suku melayu tertua yang ada di dunia dan merupakan salah satu pusat peradaban melayu tua di dunia pada masa lampau.
Hal ini disampaikan Direktur Eksekutif Lembaga Bina Potensia dan Pembina Sanggar Seni Incung (Sarung) alam Kerinci ditempat terpisah pada acara kawo minggu pagi dan dialog budaya senin di sanggar seni incung umah empat jenis Kota Sungai Penuh yang dihadiri anggota sanggar seni Incung (Sarung) anggota English Club, sejumlah wartawan Media On Line dan dihadiri 2 orang warga asal Amerika dan peneliti uhang pandak asal Inggeris Debby Martyr .
Menurut Budhi VJ Rio Temenggung , Ahli Antropologi C.W. Watson seorang peneliti asing yang melakukan penelitian di Kerinci sejak tahun 1970 menyebutkan bahwa ” Alam Kerinci adalah daerah yang penting di Indonesia. Suku Kerinci dikenal sebagai suku yang memiliki kecerdasan dan peradaban yang tinggi. hal ini dapat dibuktikan dengan ditemukannya naskah kuno di Desa Tanjung Tanah Kecamatan Danau Kerinci, Naskah Kuno Tanjung Tanah di duga berasal dari abad ke XIV dengan menggunakan media kulit kayu sebagai media tulis.
Berdasarkan catatan yang ada menunjukkan naskah Kuno yang ditemukan di Tanjung Tanah ditemukan oleh dua orang peneliti yakni pada tahun 1941 ditemukan oleh Petrus Voorhoeve dan Uli Kozok pada tahun 2002.
Pada tahun 1941 Voorhoeve melalui sekretarisnya menyalin dan mengetik naskah kuno Kerinci termasuk naskah “Aksara Incung” yang berjumlah 252 naskah Kerinci setebal 181 Halaman yang diberi judul ’Tambo Kerinci ” dan Tambo itu sempat dinyatakan hilang dan ditemukan kembali oleh seorang Antropolog Inggeris bernama Watson pada tahun 1975. Salinan naskah yang ditemukan kembali itu diserahkan kembali oleh Watson kepada Voorhoeve di Belanda, dan sampai saat ini Tambo Kerinci masih disimpan di perpustakaan Koninklijk Institut voor de Tall-,Land-, en Volkenkunde (KITLV) di Leiden Belanda, dengan nomor inventaris D Or.415.
Catatan hasil penelitian para ahli mengungkapkan, hampir semua naskah Kerinci ditulis pada lima jenis media yakni bambu, kulit kayu, daun lontar, tanduk dan kertas dengan menggunakan tiga jenis aksara yakni Aksara / surat incung, Jawi, dan sejenis aksara yang oleh Voorhoeve disebut “Jawa Kuno”. Unieknya di Tanjung Tanah ditemui Aksara yang ditulis pada media tidak lazim yakni di tulis di daluang.
Beberapa aksara Incung di alam Kerinci di tulis diatas bambu, terdapat sekitar 34 naskah aksara Incung yang ditulis diatas bambu, kebanyakkan naskah tersebut mengandung nilai kesusastraan , naskah tersebut isinya antara lain kata kata percintaan, ratapan tangis seorang jejaka terhadap sang kekasih pujaan hati,-karena patah hati cinta ditolak sang kekasih.
Pada masa lalu ketika masyarakat masih menganut kepercayaan animisme mereka menganggap semua makhluk hidup termasuk flora dianggap bernyawa, bambu diketahui selama ratusan tahun sanggup menciptakan alunan nada yang lembut, santai dan syahdu bila dihembus angin.
Bumi alam Kerinci sejak lama telah mengenal Aksara dan memiliki bahasa tersendiri yang berbeda dengan bahasa bahasa daerah lainnya yang ada di Pulau Sumatera, Bahasa Kerinci memiliki banyak dialeg, antara satu dusun dengan dusun yang lain memiliki dialeg tersendiri dan terkadang sulit dimengerti oleh sesama pengguna bahasa Kerinci.
Aksara Incung oleh para ilmuawan dikenal dengan sebutan Aksara Ka-Ga-Nga, aksara ini sebagian besar di tulis pada media tanduk, ruas bambu, tulang, tapak gajah, setelah kebudayaan baru masuk sebagian lain Aksara ini di tulis diatas kertas
Di Kota Sungai Penuh Aksara sebagian di tulis pada Tanduk Kerbau, sedangkan di Hiang Kecamatan Sitinjau laut Kabupaten Kerinci Aksara Incung ada yang di tulis di atas tanduk kambing hutan. Hasil Penelitian Almarhum Prof.DR.H.Amir Hakim Usman,MA dan menurut Dr. P. Voorhove, di alam Kerinci terdapat 271 Naskah Kuno dan 158 bertuliskan rencong yang ditulis pada :.82 potong tanduk kerbau,.59 ruas buluh,.13 lembar diatas kertas,.1 potong tulang, potong kulit kayu,1potong tapak gajah
Hasil penelitian Prof.Dr.H.Amir Hakim Usman,MA didalam naskah Kuno termasuk Aksara Incung yang ditulis pada media tanduk kerbau, buluh, kertas,tulang dan tapak Gajah terungkap beberapa cerita sejarah, syair kerinduan,ungkapan hati / perasaan.dll yang secara sastra dan kebudayaan bernilai sangat tinggi dan berisikan pesan pesan moral
Aksara Incung ini pada tahun 1992 pernah diseminarkan, namun hasil seminar seakan akan hanya menjadi puing puing sejarah. Prof.DR.H.Amir Hakim Usman, MA, Depati.H. Amiruddin Gusti dan Iskandar Zakaria menyebutkan bahwa aksara Incung merupakan salah satu asset kebudayaan nasional yang bernilai tinggi yang pada zamannya digunakan sebagai media untuk mengungkapkan perasaan dan sebagai penulisan sejarah dan kisah yang ada pada zamannya yang mengandung nilai sejarah, sastra dan seni
Saat ini Aksara Incung telah mulai memasuki pintu ambang kepunahan, oleh sebab itu kita berharap agar kaum intelektual terutama para budayawan ilmuawan dan cendekiawan yang lahir di bumi alam Kincai untuk mengambil langkah yang kongkrit untuk menggali kembali,menyelamatkan dan melestarikan kebuayaan suku Kerinci .
Sebagai salah satu wujud kepedulian dan tanggung jawab moral terhadap nasib kebudayaan yang telah mengalami distorsi , aktifis seni dan budayawan muda di alam Kerinci yang tergabung dalam sanggar seni Incung mencoba untuk mempelajari dan merawat sisa peninggalan kebudayaan dan peradban masa lampau.
Namun sangat disayangkan, hingga saat ini dinas terkait baik dinas Pendidikan dan Dinas Porabudpar seakan akan tidak melihat dengan sebelah matapun terhadap masib budaya yang telah tergerus, Pemerintah daerah tidak serius dalam menggali dan merawat budaya yang telah berada di ambang kepunahan, Ironisnya untuk membangun Jembatan yang bernilai Milyaran pemerintah sanggup untuk melakukan demi alasan prestise,untuk membangun dan mengembangkan sangat menyedihkan ibarat iklan mobil fanther”Nyaris tidak terdengar.
Menurut Budayawan penerima PIN Emas dan Anugerah Kebudayaan Tingkat Nasional ini, upaya untuk mentradisikan kembali budaya yang terdistorsi itu bukan berarti untuk menumbuhkan semangat kedaerahan dalam makna yang sempit, tetapi justru untuk menjadikannya sebagai bagian dari identitas bangsa dalam kerangka NKRI ,kita berharap Aksara Kerinci termasuk bahasa Kerinci dan Antalogi penyair Alam Kerinci akan membumi ( Rio)