Catatan dari Festival Teluk Jailolo, Maluku Utara
Oleh: Rinto Taib*
Beberapa waktu lalu saya memikirkan tentang gerakan literasi dan dampaknya dalam ragam dimensi kehidupan kita lewat sebuah tulisan di salah satu media online bertajuk Literasi Pariwisata. Beberapa pertanyaan sengaja saya kemukakan dalam kaitannya dengan perbincangan seputar dunia literasi yang dipautkan pada teori dan praksis kepariwisataan di era transformasi digital saat ini. Beberapa pertanyaan tersebut antara lain: apa saja peluang dan apa saja tantangannya? bagaimana strategi adaptasi? siapa saja pelaku dan siapa pula yang diuntungkan? apa saja yang perlu dipersiapkan dan dilakukan dimasa-masa akan datang?
Deretan pertanyaan tersebut seolah kembali mengusik pikiran saya untuk mengulik dan menemukan jawaban atas deretan pertanyaan tersebut ketika dalam perjalanan bersama manajemen project Literasi Digital provinsi Maluku Utara dengan para konten kreator Maluku Utara. Tentunya pertanyaan-pertanyaan tersebut menjadi penting untuk dijawab terlebih saat ini setiap Kabupaten dan Kota di provinsi Maluku Utara memiliki festival budaya dan pariwisata daerahnya masing-masing, baik yang diinisiasi oleh masyarakat maupun oleh pemerintah daerahnya sendiri. Antara lain: Festival Kora-Kora (Ternate), Festival Kampung Nelayan Tomalou (Tidore), Festival Marabose (Halmahera Selatan), Festival Fogogoru (Halmahera Tengah), Festival Tanjung Bongo (Halmahera Utara), Festival Teluk Jailolo (Halmahera Barat) yang juga merupakan salah satudari anggota Jaringan Kota Pusaka Indonesia (JKPI. Sejumlah event tersebut merupakan event tahunan yang digelar di masing-masing wilayah pemerintahannya dengan ragam corak acara diserta kualitas dan kuantitas acaranya serta dampak yang menyertainyanya bagi masyarakat luas.
Konser musik di malam penutupan FTJ
Berrbicara tentang dampak sebuah gelaran event festival tentu tak semudah kita mengutarakannya melainkan disertai dengan data dan fakta yang melingkupinya. Belum lagi ketika kita mengkalkulasi perbedaan kualitas acara dan kuantitas partisipasi publik maupun dampak yang dihasilkan dari tahun ke tahun penyelenggaraannya. Tentunya hal inipun tak bisa diklaim sebagai efek tunggal dari sebuah festival yang digelar melainkan akumulasi dari berbagai hal dan peran lintas aktor dan kepentingan yang berproses sebagai bagian dari penyelenggaraan event festival yang digelar tersebut.
Demikian pula dengan peningkatan kulitas hidup masyarakat, pembangunan infrastruktur daerah hingga pertumbuhan tingkat partisipasi publik berbasis komunitas yang tak lain menjadi bagian dari ekosistem event itu sendiri. Basis komunitas yang dimaksud adalah komunitas akademik (peran dunia lembaga pendidikan), komunitas ekonomi (swasta dan UMKM), komunitas seni dan budaya (sanggar, seniman dan pegiat budaya), komunitas adat dan basis kultur (lembaga adat dan masyarakatnya) hingga komunitas kreatif termasuk para konten kreator yang turut memiliki andil besar dalam kampanye (promosi) pariwisata dan kebudayaan sebagai potensi di masing-masing daerah pelaksana event tersebut.
Destinasi wisata di Pantai Lapasi Jailolo
Pembangunan kepariwisataan dan kebudayaan di era transformasi digital yang terus berkembang dan menggeliat saat ini tentunya merupakan peluang sekaligus tantangan bagi suatu daerah yang memiliki potensi destinasinya. Potensi tersebut dapat menjadi magnet yang akan menarik orang untuk berkunjung jika dikeola secara baik dan profesional. Suatu pengelolaan yang dilakukan secara baik dan professional tidak selalu bermakna dan mensyaratkan atau membutuhkan biaya mahal dalam hal pembiayaan permodalan bagi urusan atau kepentingan pengembangan maupun pembiayaan dalam hal memenuhi kebutuhan dan jaminan operasionalnya termasuk pemeliharaan dan lain sebagainya.
Pengelolaan secara baik dan professional mengandung makna dikelola sesuai kebutuhan dan kemanfaatannya tanpa abai pada hilangnya nilai konservasi budaya, maupun alam sebagai bagian tak terpisahkan dari sebuah destinasi. Terlebih di era transformasi digital saat ini dimana segala sesuatu yang menjadi daya tarik akan dengan mudah dikunjungi seiring giatnya promosi yang dilakukan dan berdampak luas. Tak hanya pemerintah daerah saja atau pengelola destinasi tersebut yang dituntut untuk gencar melakukan promosi semata, para wisatawan, terlebih mereka dari kalangan milenial memiliki kecenderungan umum untuk gencar melakukan promosi terhadap setiap destinasi yang dikunjunginya, baik secara sengaja maupun tidak sengaja melakukannya.
Realitas demikian umum terjadi dimana-mana dalam setiap masyarakat, adanya keragaman orientasi dan kepentingan yang melekat pada setiap dari masing-masing pribadi untuk sebuah alasan yang melatarinya. Baik sebagai orientasi gaya hidup, profesi dan pekerjaan hingga hingga pencarian jati diri atau pengakuan atas identitas dan keakuannya. Fenomena ini nampak ramai dalam setiap gelaran event di daerah manapun, setiap orang berlomba-lomba untuk melakukan swa foto hingga membuat konten di masing-masing platform digital tentang dimana dia berada? bersama siapa dan sedang apa? apa saja pesan dan kesan yang disampaikan? dan lain-lain sebagainya dapat dengan mudah kita ketahui di berbagai platform digital dari sebuah momentum gelaran event yang seolah menjadi gudang data dari para pengguna layanan internet (media digital) sebagai salah satu medium yang dipandang efektif dan efisien dalam upaya penyebarluasan informasi (promosi).
Tentunya kita akui bahwa perkembangan teknologi informasi dan transformasi digital belakangan ini membawa dampak yang sangat luas kepada tingkat konsumsi dan pilihan orientasi sebagai respon atas realitas perkembangan jaman dan keberlangsungan hiidup masyarakat disekitarnya dimana setiap orang memiliki kecenderungan umum untuk gemar berbagi segala bentuk informasi. Berbagai peluang untuk memperoleh penghasilan lebih dan meraup keuntungan secara ekonomi juga terbuka lebar dengan adanya segala kemudahan fasilitas yang disediakan melalui berbagai aplikasi yang diperlukan untuk sebuah produksi konten misalnya.
Hal ini tentunya memberi ruang yang sangat lebar bagi para konten kreator untuk mengembangkan potensi dan talentanya di ruang media sosial. Imajinasi kreatif dan kerja produktif sangatlah diperlukan bagi setiap pengguna internet khususnya media sosial untuk menjadi konten kretor berkelas yang sudah pasti akan berdampak pada penghasilannya dari berbagai platform digital yang dimanfaatkan untuk menjadikannya sebagai Youtuber, YikTokers dan lain-lain sebagainya. Atas semua peluang ini, tidak mengherankan sebuah gelaran event dibanjiri oleh informasi yang tidak saja berasal dari liputan media online konvensional melainkan pula dapat diketahui dari berbagai caption dan konten yang tersebar luas di dunia maya, sebagaimana gelaran event Festival Teluk Jailolo (FTJ) yang baru saja berakhir di Jailolo Kabupaten Halmahera Barat pada Sabtu (10/6) malam.
Para pengguna media sosial, sejak beberapa hari lalu telah meramaikan berbagai beranda akun Facebook miliknya, demikian pula di Instagram hingga TikTok. Para pengguna media sosial tersebut telah berkontribusi dan berperan sebagai tim pemasaran yang sedang menjalankan sebuah strategi pemasaran via konten. Hal ini akan semakin menjadi lebih baik jika para pengguna media sosial tersebut semakin memiliki pengetahuan dan pemahaman serta kemampuan lebih untuk membuat konten yang baik sehingga yang dilakukannya tidak sekedar konten biasa melainkan sebuah konten yang mampuh bertarung di pasar digital tentunya. Pada ruang inilah para konten kreator berperan besar untuk mempromosikan berbagai konten kreatif yang berbasis pada semangat lokalitas dan budaya lokal dari setiap momentum penyelenggaraan festival maupun tanpa bersandar pada sebuah momentum tertentu.
(*) Rinto Taib adalah Penggiat Literasi Digital Maluku Utara