Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

lagu Tale suku Kerinci

Sejak zaman  dahulu orang suku Kerinci telah mengenal lagu ( Tale) dalam berbagai kegiatan masyarakat suku Kerinci seperti acara ritual ,kegiatan sosial kemasyarakatan, upacara adat hubungan  pribadi antar warga dan hubungan dengan alam, peranan lagu (Tale) ikut mempengaruhi kehidupan sosial budaya masyarakat suku

Dalam kepercayaan Purba orang suku Kerinci memuja roh  roh nenek moyang serta kekuataan alam, orang suku Kerinci sangat menghormat  roh roh para leluhur sekaligus  mereka  takuti, untuk  menjaga keselamatan negeri dan keselamatan masyarakat dan individu serta untuk memudahkan mereka dalam mendapatkan kebutuhan hidup mereka mengadakan upacara persembahan dan pemujaan yang melibatkan segenap lapisan masyarakat di dalam komunitas mereka dengan melakukan ritual yang merangkul berbagai cabang kebudayaan yang meliputi seni musik, tari sastra dan  seni rupa.

Dari  catatan  tertulis  yang  terdapat  dalam Tambo Kerinci dapat diketahui bahwa di masa lampau dan hingga saat ini  musik dalam hal ini lagu memegang peranan penting dalam setiap  kegiatan upacara upacara ritual, hal ini dapat kita lihat dalam syair syair pemujaan terhadap roh roh nenek moyang ,mantra dan rarapan ( Ratak) disampaikan dalam bentuk lagu .

Masuknya pengaruh dan ajaran agama Islam serta budaya yang dibawanya menambah  warna  dan   keragaman  kebudayaan   alam  Kerinci. lagu lagu  dan musik daerah Kerinci menjadi lebih beragam.

Bila pada masa pra Islam lagu pemujaan yang digunakan  dalam  upacara lebih menggunakan tangga nada pentatonik yang cenderung pada nada mayor maka  pada  era  Islam lagu Kerinci lebih  banyak  pula  mengenal dan menggunakan tangga nada minor.

Ditinjau dari pertumbuhannya secara umum musik dan lagu Kerinci terdiri dari tiga kelompok, yakni lagu tradisional pra islam dan lagu tradisional era islam. dan lagu  daerah Kerinci era modern. Lagu tradisional pra islam ialah jenis Nyahoa, Pantau, Talea. Lagu Nyahoa adalah lagu lagu yang digunakan dalam upacara  yang erat kaitannya  dengan kepercayaan  animisme  dan dinamisme, jenis lagu ini dapat kita lihat dalam lagu lagu pada saat pengucapan mantra dalam upacara  ritual  tari aseak, bentuk lagu lagu ini masih dapat kita jumpai  pada beberapa dusun pemukiman  di wilayah adat  limo luhah dusun Sungai Penuh,Dusun Empih, Siulak, Sungai Liuk,Koto Lolo.

Sedangkan lagu pantau yang disebut juga Tauh atau Taoh  pada awalnya juga digunakan untuk pengiring tari ritual pemujaan, dan para era islam saat ini berfungsi sebagai pengiring tari adat pada saat acara kenduri sko atau kenduri sudah tuai. dianggap jenis tale yang tergolong tua dalam tampilannya,tidak berbalas pantun tetapi bentuk lain yang berkembang sebelum kedatangan islam  adalah “ Talea”. Kata Talea dalam bahasa kerinci kuno disebut “ Tali”,dapat ditafsirkan sebagai kata lain untuk nyanyian yang berfungsi untuk mengungkapkan perasan yang lebih bersifat pribadi dan emosional dari pelantun lagu pada sesuaatu atau kepada seseorang atau sebagai pelepas kerinduan perantau atau peladang yang tinggal jauh dari kampung halaman.Tale ini disebut dengan istilah’Tale Malang”  atau ’ Tale Mindau”.Tale ini  tampilannya tidak berbalas pantun tetapi lebih berbentuk lantunan irama yang monolog serta liris.

Catatan sejarah tentang syair tale dalam Tambo Kerinci dalam aksara incung yang ditulis pada tanduk kerbau dan ruas bambu, benda benda ini disimpan diberbagai wilayah adat, diantaranya disimpan oleh Depati Sanggaran Agung, atau tersimpan di Dusun Pendung Semurup,dan  disimpan  di  Koto Tuo*( Voorhoeve dan Purbacaraka,pencatatan Tambo Kerinci 1941).

Salah satu  genre (sen re ) “Tale” yang paling phenomenal dan melekat pada ritual ibadah keagamaan ialah”tale  Naek Joi”  merupakan tale yang digunakan pada upacara sakral saat akan melepas  keberangkatan  anggota  keluarga yang akan menunaikan ibadah Haji ke Mekah al Mukarramah, Tale ini  sejak 5 abad yang lalu begitu sangat penting dan sakral bagi orang Kerinci   Menunaikan

Ibadah Haji  pada masa lalu merupakan sebuah peristiawa yang sangat luar biasa, hal ini mengingat  pada masa itu untuk  berangkat  menunaikan ibadah haji merupakan peristiwa yang luar biasa,  disamping  membutuhkan dana lebih dari itu untuk keluar dari lembah alam Kerinci pada  masa itu sangat sulit, hutan di alam Kerinci  pada  masa itu masih sangat perawan, ganas dan lebat, untuk itu sangat dibutuhkan persiapan jiwa dan raga yang prima serta didukung keberanian, perjalanan dimulai dengan  jalan kaki ke’ Pintou Imbo” ( Pintu Rimba) diantar oleh sanak keluarga dan handai taulan.

Dipintu rimba pada  malam hari dan  keesokkan paginya dilaksanakan upacara tale melepas calon haji yang akan berangkat menunaikan ibadah haji melalui perjalanan darat berjalan kaki dengan rombongan  menempuh hutan belantara  menuju pelabuhan laut yang  terletak di Muara Sakai, pantai selatan sumatera barat

Orang Kerinci pada masa itu beranggapan bahwa orang yang aka nenunaikan ibadah haji dianggap tidak akan kembali lagi, hal ini beralasan bahwa waktu tempuh dan aral yang melintang sangat berat , oleh karena itu semua gelar yang disandang dan harta pusaka yang dimiliki dititipkan kepada ahli waris yang akan diwariskan bila ternyata yang bersangkutan tidak kembali lagi, suasana itulah yang mempengaruhi rasa haru dan sedih  yang kemudian di tuangkan secara emosional kedalam syair tale yang dinyanyikan.

Pengamatan  penulis pada acara ber tale  pelepasan Jemaah Haji Dusun Sungai Penuh di Kediaman Calon Haji Fitra Helmi,SE,MM  di Talang Lindung 23/11, kegiatan bertale di mulai pukul 20.30 setelah  pelaksanaan ibadah shlat Isya hingga dinihari, Calon Jemaah haji dengan pakaian haji bersama pe tale yang terdiri dari keluarga dekat (orang tua-mertua,anak-kemenakan)para sahabat, tetangga dan karib kerabat berrkumpul di rumah Calon Haji.

Pada intinya syair syair yang dilantunkan berisikan kata kata permohonan maaf kepada orang orang yang ditingkalkan pengharapan, permohonan dan doa restu yang disampaikan secara bergantian

Suasana haru dan syahdu mewarnai acara bertale, tak jarang kita melihat isak tangis dan  ungkapan luapan perasaan bahagia bercampur rasa haru.

Disatu sisi para petale merasa sangat bersyjukur dan berbahagia karena diantara keluarga dan kerabat mereka akan menunaikan rukun Islam ke lima menunaikan seruan Illahi untuk menunaikan ibadah Haji, dilain pihak mereka merasa bersedih karena merasa akan ditingkalkan karena calon haji akan menempuh perjalan yang teramat jauh

Di wilayah adat Depati nan bertujuh Sungai Penuh( Dus,masyarakat dusun Sungai Penuh,Pondok Tinggi,Dusun Baru dan Dusun Bernik) di  bekas Kemendapoan Seleman, kawasan Tanah Cogok, Keliling Danau dan di dusun dusun di alam Kerinci penyelengaran tale pelepasan Jemaah Haji di awali dengan acara  Tasyakur / doa bersama, dan  acara pelepasan secara adat yang dihadiri oleh para ulama,pemangku adat, Ninik mamak,masyarakat dan karib kerabat.

Perjalanan  dalam menunaikan rukun Islam ke lima/ibadah Haji merupakan perjalan menuju Rikhlak Illahi,para jemaah haji merupakan tamu tamu Allah yang mendapat panggilan Illahi untuk menyaksikan ke Mahabesarn Allah sekaligus untuk menyaksikan  Napak Tilas Nabi Adam,Nabi Ibrahim dan Nabi Muhammad.SAW.

Dalam rangkaian ibadah haji,para jemaah haji  melaksanakan berbagai kegiatan ritual ibadah ,diantaranya adalah Wukuf,Ziarah ke jabbal Rahmah,Tawaf,Sya;I,wukuf,serta menyaksikan  jejak peradaban Islam di Kota Suci Makkah dan Kota Suci umat Islam yang lain seperti tempat Rasulullah di lahirkan makam Rasullulah,Gua Hiraq.dll.

Berkaitan dengan  perjalanan dan pelaksanaan ibadah Haji, para jemaah haji asal suku Kerinci sejak awal perkembangan Islam,terutama sejak permulaan orang orang suku Kerinci melaksanakan perjalanan ritual menunaikan ibadah Haji,dilaksanakan acara pelepasan dengan melaksanakan tale naek joi.

Budaya bertale ini merupakan sebuah peninggalan kebudayaan suku Kerinci  yang telah mendapat pengaruh Islam, dengan kegiatan bertale terjalin komunikasi interaktif antara calon  haji dengan keluarga  dan masyarakat yang ditinggalkan,semua ungkapan hati,perasan dan amanah serta pesan telah dititip petaruhkan.

Para Calon Haji berangkat menunaikan Ibadah Haji dengan satu tekat melaksanakan ibadah dan mendapatkan Haji yang Mabrur dan  untuk sementara waktu  hingga perjalan haji selesai dilaksanakan mereka melupakan masalah keduniawian dan memiliki hatu tekat: hanya untuk mendapatkan ke Ridhoan Illahi”.

Pada umumnya kegiatan bertale melepas naik haji dilaksanakan  hampir di semua dusun dusun di alam Kerinci, dimasa lalu acara bertale  memakan waktu berminggu  minggu,bahkan ada yang mnelaksanakan satu bulan penuh,di Sungai Penuh kegiatan bertale dilaksanakan secara bergantian dirumah  keluarga  calon Haji,Misalnya satu malam di rumah Datung, dimalam lain didirumah mamak,rumah sanak betono,dusanak jantan.

Leave a Comment

0/5

https://indonesiaheritage-cities.org/