Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Tenun Sarung Sulaa, Potensi Tenun Buton

Diakui, hampir disetiap daerah kaum hawanya memiliki keterampilan menenun. Yang membedakan, motif serta bentuk tenunan yang dihasilkan serta kandungan falsafah yang diceritakan dalam motif-motif tersebut. Begitu juga dengan kerajinan tenun di Kota Baubau, atau yang lebih dikenal dengan sebutan tenun Buton, memiliki motif yang berbeda dengan motif tenun di daerah lain.

Kerajinan tenunan di Baubau  sudah menjadi mata pencarian kaum hawanya, khususnya bagi mereka yang sudah lansia. Hal itu dibuktikan dengan salah satu produk tenunnya berupa Sarung Samasili Sulaa yang  merupakan hasil tenunan Kelurahan Sulaa Kecamatan Betoambari yang memiliki corak khas bunga berwarna.

“Sarung Sulaa sangat unik, karena bermotif bunga, biasanya bercorak bunga berwarna sangat menyita waktu sehingga tingkat kesulitannya sangat tinggi,” ungkap Halimah salah seorang pengrajin sarung tenun di Kelurahan Topa.

Menurutnya, untuk membuat sarung tenun Sulaa yang bermotif bunga tersebut memerlukan ketekunan dan ekstra hati-hati. Pasalnya, selain menenun, juga diperlukan kelincahan tangan memegang jarum untuk membuat motif bunga atau kembang-kembang tersebut, mengingat biasanyanya motif hanya berbentuk garis lurus-lurus atau petak-petak.

Begitu juga dengan waktu pengerjaannya, Halimah mengatakan untuk pengerjaan sarung tenun bermotif bunga-bunga ini memerlukan waktu berkisar satu minggu per lembarnya. Makanya, untuk membeli sarung ini kebanyakan dipesan terlebih dahulu mengingat waktu pengerajaannya yang begitu lama.

Keterampilan menenun di Baubau merupakan tradisi yang digeluti oleh kaum perempuan Buton. Kerajinan tangan ini diajarkan kepada anak-anak perempuan sejak usia 10 tahun. Sebagian besar kaum perempuan di desa-desa penenun pasti mahir tatanu (menenun).

Kaum perempuan menenun sepanjang hari saat kaum laki-laki libur melaut atau di luar musim panen rumput laut. Saat panen rumput laut, kaum perempuan membantu mengangkat dan menjemur bahan pembuat agar-agar itu. Pola kerja seperti ini juga ditemui dalam masyarakat nelayan Mandar di Sulawesi Barat. Hasil menenun untuk memenuhi kebutuhan hidup saat hasil laut seret.

Kelurahan Sulaa yang terletak dipinggir laut ini dipandang sangat cocok untuk pengemabangan sentra tenun. Disamping motif yang beragam, kelurahan ini juga terlihat asri dan pantas dijadikan kawasan wisata, khususnya wisata tenun.

Begitu juga dengan tempat produksinya, terlihat hampir setiap rumah memiliki alat tenun tradisional yang dikerjakan kaum hawa. Uniknya lagi, kebanyakan mereka yang mengerjakan tenun adalah kaum lansia. Mereka begitu cekatan memegang alat tenun yang bila dilihat kasat mata sangat rumit dan perlu hati-hati dalam pengerjaannya. Adrial.

Leave a Comment

https://indonesiaheritage-cities.org/